MAKRUH BAGI SATU KELUARGA JIKA TIDAK BERQURBAN

 



Oleh : Muhammad Fatih al- Malawy
(Mudir Ma'had ats-Tsaqofiy)

Berdasarkan defenisi syar'i, berqurban adalah menyembelih hewan tertentu dihari yg telah ditentukan juga, yakni pada hari Nahar (hari raya Idul Adha tgl 10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyrik (tgl 11, 12, 13 Dzulhijjah). Berqurban merupakan ibadah yg diperintahkan Allah Swt berdasarkan firman-Nya dalam al-Qur'an surah al-Kautsar ayat 3 :

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

"Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berqurbanlah " (TQS. al-Kautsar [108] : 2)

Rasulullah Saw  juga telah bersabda :

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

"Barangsiapa yang memiliki kemampuan namun tidak berqurban, maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat sholat kami." (HR. Imam Ahmad no. 8273 dan Imam Ibnu Majah no. 2123)

 مَنْ وَجَدَ سَعَةً لِأَنْ يُضَحِّيَ فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَحْضُرْ مُصَلَّانَا

“Barang siapa mampu berqurban dan ia tidak melaksanakannya, maka janganlahlah sekali-kali ia menghadiri tempat sholat kami”. (HR. Imam al-Baihaqi no. 17447).

Namun, perintah berqurban serta adanya peringatan bagi yg mampu namun tidak mau berqurban dengan kata-lata فلا يقربن مصلانا "maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat sholat kami" atau فلا يحضر مصلانا "maka janganlah sekali-kali ia menghadiri tempat sholat kami" merupakan peringatan agar tdk meninggalkan ibadah yg sunnah. Karena Rasulullah Saw telah bersabda :

أُمِرْتُ بِالنَّحَرِ وَهُوَ سُنَّةٌ لَكُمْ

"Aku diperintahkan berqurban, dan hal tersebut sunah bagi kalian” (HR. Imam at-Tirmidzi dan Imam ad-Daruquthni no. 2/137, 1613).

ثَلَاثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضُ وَهُنَّ لَكُمْ تَطَوُّعٌ اَلْوِتْرُ وَالنَّحَرُ وَصَلَاةُ الضُّحَى

"Tiga hal yang wajib bagiku, sunah bagi kalian yaitu shalat witir, qurban, dan shalat Dluha. (HR. Imam Ahmad no. 3/480 dan Imam al-Hakim no. 1/300, 301).

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِيْ الْحِجَّةِ  وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعَرِهِ وَأظْفَارِهِ

"Bila kalian melihat hilal Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian menghendaki berqurban, maka tahanlah rambut dan  kukunya (untuk tidak dipotong). (HR. Imam Muslim no.1977 dan Imam at-Tirmidzi no.1523)

Dalam hadits tersebut terdapat kata واراد أحدكم أن يضحي "... dan salah seorang dari kalian menghendaki berqurban ... " kata-kata "menghendaki berqurban" berarti berqurban tergantung pada kehendak seseorang artinya menjadi pilihan bagi seseorang untuk berqurban atau tidak, sehingga hal ini menjadi petunjuk dinafikannya kewajiban berqurban. Karena, jika itu merupakan kewajiban maka perintah tersebut tidak pernah didasarkan pada kehendak atau pilihan seseorang, akan tetapi berdasarkan pada ketegasan yg bersifat pasti dalam pelaksanaannya, yakni mutlak dikerjakan.

Sunnah Kifayah Yang Dilakukan Satu Keluarga

Sayyid Abu Bakar bin Muhammad Syata ad-Dimyati dalam kitab i'anatu ath-Thalibin menyatakan :

قوله (متأكدا) أي : فى حقنا، وأما فى حقه صلى الله عليه وسلم فهي واجبة، وتأكدها على الكفاية. فلو فعلها واحد من اهل البيت كفت عنهم، وإن سنت لكل منهم، فإن تركوها كلهم كره هذا آن تعدد أهل البيت، وإلا فسنة عين

"Pernyataan (Sunnah mutaakkid / muakkad) yakni hukum yg menjadi ketentuanq buat kita, namun ketentuan hukum bagi Rasulullah Saw merupakan kewajiban, dan hukum sunnah muakkad tersebut bagi yg memiliki kemampuan (al-kifayah). Maka jikalau seseorang dari kalangan keluarga telah melakukan qurban, cukuplah hal itu dari mereka, walaupun jika ia berqurban untuk tiap- tiap orang di antara mereka. Namun jika mereka meninggalkan berqurban, semuanya mereka telah melakukan perbuatan makruh walau berapapun jumlah keluarga tersebut, dan jika tidak demikian maka hukumnya sunnah 'ain" (lihat Sayyid Abu Bakar bin Muhammad Syata ad-Dimyati, I'anatu at-Thalibin, Kairo, Darus Salam, cetakan ketiga, tahun 2021M /1442 H, juz 3, hal. 1472)

Dengan hal yg senada Imam An-Nawawi juga menyebutkan :
 
 تجزئ الشاة عن واحد ولا تجزئ عن أكثر من واحد لكن إذا ضحى بها واحد من أهل البيت تأدى الشعار في حق جميعهم وتكون التضحية في حقهم سنة كفاية وقد سبقت المسألة في أول الباب
 
"Seekor kambing qurban memadai untuk satu orang, dan tidak memadai untuk lebih dari satu orang. Tetapi kalau salah seorang dari anggota keluarga berqurban dengan satu ekor, maka memadailah syiar Islam di keluarga tersebut. Ibadah qurban dalam sebuah keluarga itu sunah kifayah. Masalah ini sudah dibahas di awal bab. (lihat An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Beirut, Daar al-Fikri, 2007 M/1428 H, juz 8, halaman 397).
 
Bagaimana kita memahami qurban untuk satu keluarga. Imam Sulaiman Al-Bujairimi menyatakan :
 
 قَوْلُهُ : ( وَتُجْزِئُ الشَّاةُ ) فَإِنْ قُلْت إنَّ هَذَا مُنَافٍ لِمَا بَعْدَهُ حَيْثُ قَالَ : فَإِنْ ذَبَحَهَا عَنْهُ ، وَعَنْ أَهْلِهِ أَوْ عَنْهُ وَأَشْرَكَ غَيْرَهُ فِي ثَوَابِهَا جَازَ . أُجِيبُ : بِأَنَّهُ لَا مُنَافَاةَ لِأَنَّ قَوْلَهُ هُنَا عَنْ وَاحِدٍ أَيْ مِنْ حَيْثُ حُصُولِ التَّضْحِيَةِ حَقِيقَةً وَمَا بَعْدَهُ الْحَاصِلُ لِلْغَيْرِ إنَّمَا هُوَ سُقُوطُ الطَّلَبِ عَنْهُ ، وَأَمَّا الثَّوَابُ وَالتَّضْحِيَةُ حَقِيقَةً فَخَاصَّانِ بِالْفَاعِلِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
 
"(Satu ekor kambing untuk satu orang). Jika Engkau bertanya : "Pernyataan ini menafikan kalimat setelahnya yang menyebutkan (Kalau seseorang menyembelih qurban untuk dirinya dan keluarganya, atau menyertakan orang lain dalam pahala qurbannya, maka apakah boleh)’, kami akan menjawab bahwa pernyataan pertama tidak menafikan pernyataan kedua. Karena, kalimat ‘untuk satu orang’ di sini maksudnya adalah hakikat qurban. Sementara kalimat selanjutnya hanya menerangkan gugurnya anjuran sunah ibadah qurban ‘untuk orang lain’. Sedangkan perihal pahala dan qurban secara hakiki bagaimanapun itu khusus untuk orang yg melaksanakan hal tersebut . (Lihat Sulaiman bin Muhammad Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujairimi alal Khathib, Beirut, Darul Fikr, 2007 M/1427-1428 H, juz 4, halaman 333).

Secara panjang lebar Imam Ibnu Hajar al-Haitami juga menjelaskan qurban Rasulullah Saw. Beliau menyatakan, qurban memang untuk satu orang. Tetapi orang yang berqurban bisa berbagi pahala pada orang lain.
 
تُجْزِئُ ( الشَّاةُ ) الضَّائِنَةُ وَالْمَاعِزَةُ ( عَنْ وَاحِدٍ ) فَقَطْ اتِّفَاقًا لَا عَنْ أَكْثَرَ بَلْ لَوْ ذَبَحَا عَنْهُمَا شَاتَيْنِ مُشَاعَتَيْنِ بَيْنَهُمَا لَمْ يَجُزْ ؛ لِأَنَّ كُلًّا لَمْ يَذْبَحْ شَاةً كَامِلَةً وَخَبَرُ اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ مُحَمَّدٍ وَأُمَّةِ مُحَمَّدٍ مَحْمُولٌ عَلَى التَّشْرِيكِ فِي الثَّوَابِ وَهُوَ جَائِزٌ وَمِنْ ثَمَّ قَالُوا لَهُ أَنْ يُشْرِكَ غَيْرَهُ فِي ثَوَابِ أُضْحِيَّتِهِ وَظَاهِرُهُ حُصُولُ الثَّوَابِ لِمَنْ أَشْرَكَهُ وَهُوَ ظَاهِرٌ إنْ كَانَ مَيِّتًا قِيَاسًا عَلَى التَّصَدُّقِ عَنْهُ وَيُفَرَّقُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَا يَأْتِي فِي الْأُضْحِيَّةِ الْكَامِلَةِ عَنْهُ بِأَنَّهُ يُغْتَفَرُ هُنَا لِكَوْنِهِ مُجَرَّدَ إشْرَاكٍ فِي ثَوَابِ مَا لَا يُغْتَفَرُ ثُمَّ رَأَيْت مَا يُؤَيِّدُ ذَلِكَ وَهُوَ مَا مَرَّ فِي مَعْنَى كَوْنِهَا سُنَّةَ كِفَايَةٍ الْمُوَافِقُ لِمَا بَحَثَهُ بَعْضُهُمْ أَنَّ الثَّوَابَ فِيمَنْ ضَحَّى عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ لِلْمُضَحِّي خَاصَّةً لِأَنَّهُ الْفَاعِلُ كَالْقَائِمِ بِفَرْضِ الْكِفَايَةِ
 
"(Seekor kambing) baik domba maupun kambing kacang itu memadai untuk qurban (satu orang) saja berdasarkan kesepakatan ulama, tidak untuk lebih satu orang. Tetapi kalau misalnya ada dua orang menyembelih dua ekor kambing yang membaur sebagai qurban bagi keduanya, maka tidak boleh karena masing-masing tidak menyembelihnya dengan sempurna. Hadits ‘Tuhanku, inilah kurban untuk Muhammad dan umat Muhammad SAW,’ mesti dipahami sebagai persekutuan dalam pahala. Ini boleh saja. Dari sini para ulama berpendapat bahwa seseorang boleh menyertakan orang lain dalam pahala kurbannya. Secara tekstual, pahala itu didapat bagi orang menyertakan orang lain. Ini jelas, meskipun orang yang disertakan itu sudah wafat. Hal ini didasarkan pada qiyas sedekah atas mayit. Tentu harus dibedakan antara sedekah biasa dan ibadah qurban sempurna. Karena di sini sekadar berbagi pahala qurban dibolehkan. Saya melihat dalil yang memperkuat pernyataan ini seperti pernah dijelaskan di mana hukum ibadah qurban adalah sunah kifayah. Hal ini sejalan dengan bahasan sejumlah ulama yang menyebutkan bahwa pahala orang yang berqurban darinya dan dari keluarganya adalah untuk orang yang berqurban secara khusus. Karena, ialah yang melakukannya, hal ini sama dengan orang yang menunaikan ibadah fardlu kifayah. (lihat Ahmad bin Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, cetakan keempat, tahun 2011, juz 4, halaman 354-355).

Dengan Penjelasan Para Ulama terutama ulama di kalangan Madzhab Syafi'i, jelaslah bahwa hukum Berqurban adalah Sunnah Muakkadah 'ala al-Kifayah Li Ahlil Bait yakni sunnah yg amat dikuatkan untuk melaksanakannya namun pembebanannya bagi setiap keluarga yg mampu. Sedangkan disebut mampu yakni keluarga yang sudah bisa memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan makannya untuk disimpannya pada hari raya Idul Adha dan hari-hari Tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 dzulhijjah) (lihat Sayyid Abu Bakar bin Muhammad Syata ad-Dimyati, I'anatu at-Thalibin, Kairo, Darus Salam, cetakan ketiga, tahun 2021M /1442 H, juz 3, hal. 1472-1473)

 Penutup

Jika hukum berqurban adalah Sunnah Muakkadah 'ala al-Kifayah Li Ahlil Bait, maka setiap keluarga yg meninggalkan berqurban walaupun hanya dengan satu ekor kambing atau satu bahagian dari tujuh orang, pada qurban lembu atau Unta, padahal keluarga tersebut memiliki kemampuan untuk berqurban, maka satu keluarga itu telah melakukan perbuatan makruh. Sedangkan hukum makruh tersebut terjadi pada empat hari sebagaimana disunnahkannya berqurban dan ketentuan batas kemampuan serta batas waktu yang disyaratkan untuk berqurban. Jadi jelaslah, bahwa keluarga yg tidak berqurban padahal mereka mampu, maka mereka telah melakukan perbuatan makruh selama 4 hari yakni hari raya Idul Adha (tgl 10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyrik (tgl 11, 12, 13 Dzulhijjah). Wallahu a'lam bi ash-Shawab