Krisis Integritas Pemimpin dalam Sistem Sekuler




Oleh Rismayana (Aktivis Muslimah)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang- orang yang berakal. (TQS.   Ali-Imran [3]: 190).

Setiap orang muslim diwajibkan menggunakan akalnya dalam beriman kepada Allah Swt. dan menjadikan imannya benar-benar hadir dari proses berpikirnya, baik itu bersikap maupun berprilaku.
Namun, apa jadinya ketika seorang pemimpin dalam menjalankan amanahnya tidak menjadikan imannya sebagai landasan dalam berpikir?

Inilah fakta yang baru-baru ini terjadi di Medan. Berita tertangkap tangannya seorang oknum kepala lingkungan oleh Satres Narkoba Polrestabes Medan, pelaku yang berinisial AL sehari-harinya bertugas sebagai kepala lingkungan 7 Kecamatan Medan Baru Petisah Hulu. Ia tertangkap tangan sedang menjual sabu dengan barang bukti seberat 4,5 gram dan sejumlah uang dari hasil transaksi penjualan.

Penangkapan oknum kepala lingkungan 7 tersebut mendapat reaksi keras dari Bapak Walikota Medan Bapak Aulia Rachman. Beliau mengatakan mengapa oknum kepala lingkungan 7 yang berinisial AL tersebut bisa lolos menjadi kepala lingkungan. Padahal, menurut beliau jelas dalam peraturan disebutkan dalam tahap pemilihan kepala lingkungan harus melalui seleksi tes urine terlebih dahulu tapi mengapa ini bisa lolos? Lebih lanjut beliau menyatakan dengan adanya barang bukti tersebut maka oknum kepala lingkungan tersebut akan diberi sangsi tegas dengan dicopot dari jabatannya sebagai kepala lingkungan, (liputan6.com,14/5/2022).

Tertangkapnya oknum kepala lingkungan 7 Kecamatan Medan Baru Petisah Hulu ini, jelas sangat memalukan bagi jajaran Pemko Kota Medan. Karena selama ini Kota Medan sudah berkomitmen untuk tidak mentolelir jajarannya yang terlibat narkoba.

Yang menjadi pertanyaan mengapa para pejabat (kepala lingkungan) ini masih mau melakukan tindakan tercela dengan menjual sabu, padahal perbuatan tersebut sudah ada sangsi yang jelas bagi yang melakukannya.

Karena setiap manusia atau pemimpin dalam memenuhi tuntutan kebutuhannya baik itu kebutuhan pokok maupun yang lainnya tentunya sesuai dengan Akidah yang dianutnya. Ketika seorang pemimpin dalam memenuhi tuntutan kebutuhannya dengan berlandaskan Akidah Islam dan dalam proses berpikirnya berlandaskan keimanan maka, ketika akan memenuhi tuntutan kebutuhannya ia akan mengikuti petunjuk Sang Khalik (Sang Pemilik Kehidupan) agar aturan ini sampai kepada manusia maka, tidak boleh tidak harus ada manusia pilihan yang diutus Allah Swt. Untuk menyampaikan Agama ini ketengah-tengah umat. Yaitu seorang Rasul sebagai penyampai dan sebagai contoh (suri tauladan).

Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu uswatun hasanah (suri tauladan) yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (TQS Al-Ahzab[33]: 21).

Maka, ketika seorang pemimpin dalam memenuhi tuntutan kebutuhannya berdasarkan keimanan kepada Allah Swt. Maka, ia tidak akan menyimpang dan tidak akan menyebabkan kesengsaraan kepada dirinya sendiri dan kepada masyarakat. Karena ia telah mencontoh apa yang sudah diajarkan oleh Rasulullah Saw.

Lain halnya yang terjadi pada hari ini, seperti kasus tertangkapnya seorang kepala lingkungan yang menjual dan mengedarkan narkoba (sabu). Karena pandangan hidup seorang pemimpin yang notabene adalah penganut sistem kapitalisme-sekuler. Dalam menjalankan tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara memisahkan agama dari kehidupan, penganut sistem ini hanya mementingkan kebahagian itu adalah materi. Karena agama dipisahkan dari kehidupan maka ketika pemimpin melakukan segala aktivitasnya tidak bisa terkontrol dan segala tindak tanduknya mengikuti keinginan nafsunya. Tanpa adanya pengontrol (agama) sehingga mereka bebas melakukan perbuatan dan aturan sesuai dengan aturannya sendiri (bukan aturan Sang Pencipta Hidup). Dari sistem inilah yang melahirkan dan mencetak pemimpin yang tidak memiliki karakter yang amanah dan tidak memiliki kewibawaan yang kuat.

Berbeda sekali dengan sistem Islam, dalam Islam agama dijadikan sebagai sumber pembentukan kepribadian (proses berpikir) dalam mengambil sikap dalam kepemimpinannya. Karena ketika seorang pemimpin bertindak dalam mengambil keputusan berdasarkan Akidah Islam maka, secara pribadi penguasa tersebut memiliki ketakwaan yang kuat terhadap Sang Pemilik Peraturan dalam kehidupan maka, ketika penguasa (pemimpin) dalam menjalankan kepemimpinannya maka, ia akan mampu menyelesaikan segala problematika kehidupan dengan baik. Dan menghasilkan kehidupan yang tenteram dan sejahtera. Hal ini bisa terwujud, hanya dengan kembali kepada sistem Islam. Dengan Islamlah kepribadian pola sikap dan pola pikir seorang pemimpin bisa terbentuk dan menghasilkan pemimpin yang bertakwa dan memiliki kepribadian Islam yang kuat.

Wallahualam bishawab.