Sangat Tertib & Elegan Demo Mahasiwa Tolak Permendikbud Tidak Bawa-bawa Thogut


 

Dakwahsumut.com,Medan(27/11),- Aksi unjuk rasa menolak Permendikbud nomor 30 yang dilaksanakan Mahasiswa di Medan tidak pernah membawa-bawa Thogut sebagaimana yang diberitakan diberbagai media. Hal itu disampaikan langsung oleh koordiantor Aksi Nur Rahman ke media dakwah sumut. Begitu juga dalam surat pernyataan sikap aksi Gema Pembebasan Sumut  yang disampaikan ke medai dan termasuk ke DPDD Sumut  tidak ada frasa "Thogut" didalamnya. 

"Sudah ditanyakan ke orator, nggak ada yang pake kata thogut, ini lagi ane hubungi wartawan yang nulis beritanya biar diklarifikasi", kata Rahman . Kalau ada media yg  menyebut thogut... itu mungkin salah dengar atau salah kutip, tambah beliau.

Gema Pembebasan Sumut menolak Permendikbud nomor 30 tersebut karena dinilai mengarah kepada paham sekulerisme dan liberalisasi perguruan tinggi. selain itu mereka juga menuntut penegakan syarit Islam sebagai Solusi atas maraknya kekerasan seksual dan tindakan asusila. 

Para peserta aksi diterima langsung oleh Wakil Ketua DPRD Sumut H. Harun Mustafa Nasution ,  Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara H. Azmi Yuli, SH, MSP dan Irwan Simamora, SH.

Aksi yang dilakukan Mahasiswa tersebut berjalan tertib , mereka melakukan  longmach dari Lapangan Merdeka - Bundaran SIB menuju Gedung DPRD Sumuut  dengan tetap  mengikuti protokol kesehatan dan penjagaan dari pihak Kepolisan.

Berikut ini  Pernyataan sikap Gema Pembebasan Sumut terkait Penolakan Permendikbud Nomor 30.

 PERNYATAAN SIKAP

TERHADAP PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NO. 30 TAHUN 2021

TENTANG

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI

 

Sebagaimana diketahui, bahwasanya sejak tanggal 3 September 2021 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Selanjutnya disebut Permendikbudristek PPKS).

Peraturan ini lahir didasari oleh banyaknya laporan pelecehan seksual yang dilakukan dosen, pegawai bahkan pejabat kampus terhadap mahasiswi. Permendikbud tersebut mendapat dukungan dari sejumlah kalangan, termasuk Menteri Agama Yaqut. Namun, sejumlah pasal dalam peraturan tersebut dinilai banyak kalangan, terutama para tokoh dan ormas-ormas Islam, seperti MUI Pusat, justru melegalkan seks bebas. Adanya frasa ‘tanpa persetujuan korban’ menjadi pemicu penolakan terhadap peraturan tersebut. Sebabnya, frasa tersebut dapat dipahami bila antara kedua belah pihak melakukan hubungan seksual karena consent, persetujuan, maka dipandang legal.

Oleh karena itu, kami Gerakan Mahasiswa Pembebasan wilayah Sumatera Utara, yang merupakan bagian dari masyarakat dan civitas akademika kampus di Indonesia

Menuntut:

1.    Menolak Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 karena sama halnya melegalkan seks bebas dan merupakan hak warga negara selama ada persetujuan pihak yang terkait, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 5 ayat 2 tentang frasa ”Tanpa Persetujuan” yang artinya jika ada persetujuan maka bukan suatu tindakan terlarang.

2.    Permendikbudristek ini juga berpotensi memberikan perlindungan pada penyimpangan perilaku seksual seperti LGBT. Dalam Pasal 5 ayat 2 bagian (a) tercantum bahwa kekerasan seksual meliputi: “menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban.”

3.    Satuan Tugas yang diarahkan oleh Permendikbud sebagai unit penanganan kekerasan seksual di kampus berpotensi hanya akan diisi oleh kaum feminis dan liberalis sebagai penafsir tunggal penanganan kekerasan seksual di kampus, sebagaimana bunyi Pasal 24 ayat (4).

4.    Karena itu, kami menyerukan kepada semua pihak, agar secara bersama-sama menolak dilegalkannya Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021. Ini bukti kuat bahwa negara ini tidak bersendikan pada agama dan syariah, melainkan pada sekularisme-liberalisme. Umat terus didorong untuk terjerumus dalam peradaban liberalisme. Padahal sudah nyata kerusakan paham liberalisme. Maraknya perzinaan, penularan penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS, kehamilan tak diinginkan, pembuangan bayi dan aborsi, adalah bagian dari kerusakan yang sudah tampak di depan mata.

5.    Kami menyerukan kepada semua pihak tak ada cara lain kecuali menyingkirkan sistem sekular liberal saat ini. Sebagai penggantinya, terapkan syariah Islam secara kaffah. Dengan itu niscaya umat manusia akan terlindungi dan terjaga Akhirnya, semoga Allah memudahkan kita untuk melaksanakan setiap kewajiban yang telah Allah tetapkan dengan segera menegakkan sistem kehidupan Islam yang menjaga kita dari kemaksiatan dan kehancuran. Aamiin… Wassalam.

Medan, 26 November 2021

 

Ketua Umum

Gerakan Mahasiswa Pembebasan

 

Suryadi Pradana, S.Sos