Dari Tawuran Hingga Asmara Subuh, Suasana Ramadan Meresahkan di Kota Medan

 


Oleh Retno Purwaningtias, S.IP (Aktivis Muslimah)


Bulan Ramadan yang seharusnya menjadi momen terbaik bagi kita untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan aktivitas-aktivitas bermanfaat, namun apa jadinya bila yang dilakukan adalah sesuatu yang dapat meresahkan masyarakat? Ramadan yang katanya  “bulan suci” menjadi ternoda akibat ulah para pemuda yang tak berakhlak. Bukannya mencari keberkahan setelah melaksanakan salat subuh, malah melakukan aktivitas unfaedah tawuran dengan saling lempar petasan dan batu.

Peristiwa ini diabadikan dalam sebuah rekaman video yang viral di semesta maya. Terlihat aksi tawuran yang mengakibatkan sejumlah orang mengalami luka di kepala akibat lemparan batu. 


Tawuran ini tidak hanya terjadi di jalan Mandala By Pass, tawuran juga terjadi di sepanjang Jalan KL Yos Sudarso, Km 19, Kelurahan Pekan Labuhan, hingga Kecamatan Medan Labuhan. Akibat aksi tawuran ini, warga sekitar menjadi resah dan merasa terganggu kekhusyukannya dalam menjalankan ibadah puasa. Selain itu, akses lalu lintas Jalan Medan–Belawan pun terhalang—selain karena tawuran, kemacetan juga terjadi karena adanya tradisi “asmara subuh” yang digandrungi oleh sebagian kawula muda di Kota Medan saat Ramadan. (waspada.co.id, 14/4/2021)


Fakta tawuran yang kita indra di lapangan merupakan hingar bingar kehidupan di sistem sekuler yang merusak moral remaja. Pemisahan antara agama dalam kehidupan dunia telah mencampuradukkan perkara yang haq dan batil. Aktivitas puasa di bulan Ramadan yang merupakan kewajiban bagi semua muslim yang telah baligh diisi dengan aktivitas-aktivitas maksiat dan mengundang kerusakan. Masalah krusial semacam ini tidak cukup bila disolusikan hanya dengan membentuk tim gabungan pemantauan dan pencegahan asmara subuh oleh pemerintah. Upaya penertiban ini hanya menjadi solusi tambal sulam atas sistem rusak yang sulit disembunyikan lagi boroknya karena sudah benar-benar telanjang kerusakannya.


Permasalahan remaja di sistem ini terjadi karena tidak adanya pembinaan berbasis akidah yang diterima oleh generasi umat Islam hari ini. Akibatnya, lahirlah berbagai masalah sosial yang berlapis-lapis, tidak peduli di mana saja tempat mereka hidup. Boro-boro menjadi agent of change, sistem kehidupan sekuler justru telah mewarnai kehidupan para pemuda muslim dengan warna suram dan meresahkan. Alih-alih mengisi Ramadan dengan aktivitas yang menumbuhkan nila-nilai keberkahan, mereka—pemuda muslim—justru sibuk dengan hal-hal unfaedah seperti tawuran dan tradisi asmara subuh selama Ramadan.


Ditambah lagi keberadaan institusi keluarga muslim yang telah kehilangan perannya untuk memberikan pendidikan awal bagi para remaja, karena institusi keluarga pun hari ini juga sudah dicemari oleh sampah-sampah kapitalisme dengan asas-asas sekuler dan liberalnya. Di sinilah titik awal hancurnya sebuah peradaban yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara sebagai pengurus rakyatnya.


Untuk itu, seorang penguasa harus mengetahui apa yang harus dilakukan dalam rangka meriayah rakyatnya. Ini adalah perintah Allah Swt. melalui Rasulullah. Berkaitan dengan ini Nabi bersabda, “Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah, maka ia bukanlah (hamba) Allah dan siapa saja yang bangun pagi namun tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, maka ia bukan dari golongan mereka.” (HR. Al Hakim)


Bila sudah melihat bagaimana sistem sekuler hari ini tidak mampu memberikan solusi mendasar pada permasalahan generasi umat Islam, marilah kita melihat sebuah sistem sempurna yang aturan-aturannya berasal dari Rabb Pencipta dan Pengatur jagat semesta. Kita akan merasakan perbedaan atmosfir yang dilahirkan dari sistem yang mulia ini.


Jika dalam sistem sekuler aturan-aturan Allah disingkirkan dalam kehidupan, syariat Islam dijadikan seperti hidangan pramanan (yang suka diambil, yang tidak suka dibuang), maka, suasana kehidupan daulah dalam sistem Islam memiliki pola teratur dalam ketundukan terhadap hukum syara’. Tiap-tiap komponen dalam lini kehidupan baik keluarga, pendidikan di sekolah, lingkungan masyarakat hingga lingkungan pemerintahan akan dibangun berdasarkan landasan akidah yang sama, yaitu akidah Islam, sehingga terciptalah sinergi dalam membentuk peradaban gemilang Khilafah Islamiyah.


Hal ini telah diakui juga oleh seorang sejarawan Barat, Wil Durrent, yang bertutur jujur mengenai suasana kehidupan sebuah negara dalam naungan Khilafah. Ia mengatakan bahwa para Khalifah dalam daulah telah memberikan keamanan, pelayanan dan meratakan kesejahteraan bagi warga negaranya. Tidak hanya untuk muslim, kepada warga negara yang bukan muslim pun penguasa akan meriayah mereka dengan perlakuan yang sama, tanpa boleh adanya diskriminasi. 

Itulah Islam. Cerdas dalam membebaskan kehidupan manusia dari segala krisis dan masalah yang melanda. Tidak inginkah sistem yang mulia ini menjadi satu-satunya sistem pengatur kehidupan kita?


Wallahu’alam Bishowwab.