KAMPANYE RAJAB: WAJIBNYA AKTIFITAS PERUBAHAN UNTUK KHILAFAH: Antara Fardhu ‘Ain dan Fardlu Kifayah


 

Oleh: Sari Ramadani (Aktivis Muslimah)

Malapetaka bagi kaum muslim tak kunjung usai hingga detik ini sejak tidak adanya perisai dan pelindung bagi umat. Baik muslim maupun nonmuslim merasakan penderitaan di segala aspek. Hal ini dikarenakan telah runtuhnya institusi pemerintahan Islam yang telah menaungi hampir 2/3 dunia selama kurang lebih 1400 tahun lamanya dalam sistem Daulah Khilafah.

Sejak saat itulah carut-marut kehidupan di segala lini mulai tampak dan menyengsarakan umat. Akibat dari penerapan sistem buatan manusia dan mencampakkan sistem yang berasal dari penciptanya manusia dan alam semesta.

Jika dilihat lagi, ketiadaan sistem Khilafah merupakan akar dari berbagai permasalahan yang dihadapi umat pada saat ini. Tak hanya pada manusia, namun juga alam semesta. Bahkan yang lebih parah lagi rida Allah pun tak sampai pada seluruh manusia. Untuk itu, berjuang menegakkan Khilafah sesegera mungkin merupakan sesuatu yang sangat urgen dan harus disegerakan.

Berjuang menegakkan Khilafah sesegera mungkin, maka dalilnya qath’iy tsubut (sumbernya pasti) dan qath’iy dilalah (maknanya pasti). Karena hukum-hukum syariah yang diwahyukan oleh Allah Swt. itu menuntut untuk diterapkannya sejak hukum-hukum itu disampaikannya.

Ketika turun hukum tentang perubahan kiblat, dari Baital Maqdis ke Masjidil Haram, maka mereka yang sedang dalam salat segera mengubah posisi ke arah Masjidil Haram setelah perintah itu sampai pada mereka, dan mereka tetap dalam kondisi shalat. Jadi, hukum asal penerapan hukum adalah bersegera, dan bukan longgar (menunda), kecuali jika ada dalil yang menunjukkan hal itu, (mediaumat.news, 30/06/2019).

Hukum mewujudkan imam/khalifah adalah fardhu kifayah, artinya apabila tidak/belum terrealisasi maka dosanya ditanggung oleh umat Islam secara keseluruhan. Apabila tidak ada yang layak (untuk menjadi imam/khalifah) kecuali hanya satu orang saja, maka hukumnya menjadi fardhu ‘ayn bagi orang tersebut. Sedangkan bagi umat Islam yang lain tetap sebagai fardhu kifayah.

Jika sudah terwujud seorang imam/khalifah yang layak, berikut wilayah kekuasaan yang menerapkan Islam dan jaminan keamanannya di tangan umat Islam, maka gugur kewajiban tersebut dari umat Islam. Ditambahkan dua hal tersebut sebab institusi khilafah yang menjadi wadah kepemimpinan khalifah sudah tidak ada sejak 1342H. Oleh karenanya wajib bagi umat Islam mencari jalan agar dapat merealisasikan keduanya, yaitu adanya khalifah sekaligus institusinya, khilafah. Dan dengan jalan yang syar’i tentunya, (tsaqofah.id, 08/02/2021).

Sayangnya banyaknya kaum muslim saat ini masih tak menjamin diberlakukannya aturan Islam secara keseluruhan dalam naungan Daulah Khilafah. Umat masih saja terperosok sangat dalam ketika berada pada sistem Kapitalisme saat ini. Maka tak heran jika SDA dikuasai asing, rakyat menjadi pembantu di negeri sendiri, asing yang semakin mendominasi dan segala macam kerusakan lain yang sudah tampak jelas hingga saat ini.

Oleh karena itu dibutuhkan persatuan kaum muslimin agar bersama-sama dan bersegera mengembalikan kemuliaan Islam dalam bingkai Khilafah. Agar tak ada lagi kezholiman yang tampak di muka bumi ini sehingga rida Allah pun sampai untuk manusia dan alam semesta.

“Siapa saja yang meninggal sedang di pundaknya belum ada baiat, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah (berdosa).” (HR. Muslim).

Wallahualam bissawab.