Zona Merah Kembali, Medan Butuh Solusi Mengakar!

 


Oleh: Sari Ramadani (Aktivis Muslimah)


"Apa kabar negeriku?

Di sini aku selalu menantikan kabar tentangmu...

Tak lelahku memohon pada Tuhanku agar kau pun lekas sembuh...

Apa kabar negeriku?

Tidakkah kau memiliki harapan yang sama denganku?

Tahukah dirimu jika kami semua menantikan kesembuhanmu?

Maafkan kami yang sudah sangat egois selama ini...

Kumohon, lekaslah sembuh negeriku!”


Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Sumut kembali menyatakan, Kota Medan sebagai zona merah (risiko tinggi) penyebaran Covid-19. Penetapan ini berdasarkan hasil pembobotan skor dan zonasi risiko daerah pertanggal 17 Januari 2020 yang disampaikan pada website covid19.go.id, pada Rabu (20/1).


Dalam website itu, juga disampaikan, terdapat 5 daerah yang berada dalam zona kuning (risiko sedang) yakni Tapanuli Utara, Simalungun, Asahan, Padangsidimpuan, dan Nias Utara. Kemudian untuk zona hijau ada 3 yaitu Nias, Nias Selatan, dan Nias Barat.


Juru Bicara (Jubir) Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Sumut, dr Aris Yudhariansyah menyampaikan saat ini terdapat 918 orang pasien Covid-19 di Kota Medan yang menjalani isolasi (https://sumutpos.co, 21/01/2021).


Pandemi Covid-19 yang melanda dunia masih tak kunjung reda di sejumlah negara terlebih di Indonesia. Jika di perhatikan pemerintah terkesan lamban dalam menangani penyebaran wabah yang sedang terjadi sehingga virus pun dengan cepat menyebar.


Penerapan karantina wilayah pun tak jelas arahnya yang menimbulkan kebingungan pada masyarakat sendiri. Karantina wilayah sebenarnya bertujuan untuk mencegah dan menghalangi keluar masuknya virus di masing-masing wilayah. Sehingga sebagian provinsi mengambil PSBB sebagai pilihan, salah satunya di kota medan.


Pembatasan sosial berskala besar dalam rangka menangani penyebaran virus Corona tunduk pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU 6/2018). Sayangnya, penerapan PSBB tak serius diterapkan.


Pemerintah seperti tergesa-gesa mewacanakan era new normal dengan alasan ekonomi padahal UU 6/2018 mengenai karantina wilayah mengamanatkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat selama wabah.


Kasus COVID-19 terus meningkat. Rumah sakit pun diramaikan oleh pasien Corona. Tenaga medis kian kewalahan hingga sempat trendingnya tagar #IndonesiaTerserah di sosial media adalah bukti bahwa tenaga medis yang merupakan garda terdepan dalam penanganan Corona sudah lelah dengan makin bertambahnya pasien yang harus ditangani setiap harinya.


Pemerintah seperti tak melakukan perbaikan sama sekali malah memberi ijin pelaksanaan Pilkada serentak di masing-masing kota. Jika di lihat lagi, pada saat pelaksanaan Pilkada maka tak sedikit pula wilayah yang tidak mematuhi prosedur yang telah ditetapkan bahkan tidak memenuhi standar kesehatan sama sekali.


Penanganan pandemi seperti ini sebenarnya tak hanya membutuhkan penguasa yang mampu menjalankan perannya sebagai pengurus sekaligus pelayan bagi rakyatnya, namun juga membutuhkan sistem yang sanggup bertahan di tengah wabah yang semakin parah seperti saat ini.


Hal ini pun harusnya menyadarkan masyarakat bahwa betapa tak bertanggung jawabnya sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan hari ini begitu juga dengan penguasanya yang tidak amanah.


Pemerintah yang harusnya melindungi kesehatan masyarakat dan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan ekonomi selama pandemi, malah tidak bertanggung jawab terbukti dengan dana bansos yang seharusnya untuk rakyat, malah tak di salurkan sebagaimana mestinya.


Berbanding terbalik dengan Islam. Islam sendiri memiliki perhatian yang besar pada masalah kesehatan. Islam pun memberikan tuntunan bagaimana mengatasi wabah. Dalam beberapa Hadis, Rasulullah memberikan gambaran bagaimana penyebaran wabah wajib diputus rantai penularannya.


Rasulullah memerintahkan untuk memisahkan antara orang yang sehat dari yang sakit sebagaimana sabda beliau, “Janganlah unta yang sehat dicampur dengan unta yang sakit.” (HR. Bukhari dan Muslim).


Mengenai karantina wilayah, telah masyhur hadis Rasulullah saw. kala wilayah Syam dilanda wabah. Rasulullah saw. bersabda, “Maka, apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).


Dalam hadis-hadis Rasulullah di atas menjelaskan tentang beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya wabah penyakit termasuk penyebarannya. Selain itu, negara wajib memberikan fasilitas yang mumpuni melalui pembiayaan yang bersumber dari baitulmal. Seperti membangun berbagai rumah sakit, klinik, laboratorium medis, apotek, menyelenggarakan pendidikan yang akan melahirkan tenaga medis profesional, hingga dapat memproduksi vaksin secara mandiri dengan adanya fasilitas yang disediakan oleh negara agar masyarakat pun sehat dan terbebas dari wabah.


Untuk itu, tidakkah kita merindukan new world with new system?

Maka, bergegaslah ambil bagian wahai umat Islam! 


Wallahualam bissawab.