ILUSI DEMOKRASI TUNTASKAN PROBLEM PEREMPUAN

 


Oleh: Sari Ramadani (Aktivis Muslimah)

Masalah perempuan tak ada habis-habisnya untuk di bahas. Apalagi pekerja perempuan sering kali mendapat perlakuan tidak adil di tempat kerjanya.

Peran ganda perempuan selain sebagai ibu juga pencari nafkah, telah membebani bahkan teramat berat untuk dijalankan. Sehingga tugas yang seharusnya diemban sebagai pendidik generasi, menjadi terbengkalai bahkan sebagian yang lain abai dan mengalihkan kepada yang lain. Inilah derita tak berkesudahan perempuan hari ini.

Menaker Ida Fauziyah mengungkapkan berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019 sebanyak 46.376 pekerja perempuan mengalami kekerasan di tempat kerja. Di mana 19.201 pekerja perempuan yang dilecehkan di tempat kerja.

Untuk meningkatkan perlindungan terhadap perempuan, lanjut dia, Kemenaker telah melaksanakan tiga aspek dalam perlindungan perempuan.

Pertama, kebijakan protektif. Dalam kebijakan ini pemerintah memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan terkait fungsi reproduksi, misalnya istirahat saat Haid.

Kedua kebijakan kuratif. Di mana pemerintah melarang PHK terhadap pekerja perempuan karena meningkah atau hamil.

"Ketiga kebijakan non diskriminatif. Pemerintah memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan terhadap praktik diskriminasi dan ketidakadilan gender di tempat kerja," ujar Menaker (www.inews.id, 04/01/2021).

Akankah pekerja perempuan benar-benar mendapatkan perlindungan dari dilaksanakannya kebijakan protektif, kuratif, serta non diskriminatif? Apakah perlindungan yang ditawarkan adalah solusi mendasar bagi pekerja perempuan? Lantas mengapa hingga sekarang perempuan tak juga mendapatkan kemuliaan?

Omong Kosong Ide Kesetaraan

Akhir-akhir ini, isu perempuan terus saja menjadi perbincangan hangat di berbagai momen. Yang tujuannya agar mendorong para perempuan untuk mengambil peran lebih di segala bidang terutama dalam bidang ekonomi.

Di dunia kerja sendiri, pekerja perempuan dicap sebagai pekerja yang lemah ketimbang pekerja laki-laki. Yang mana, ini mengakibatkan para perempuan mendapatkan upah di bawah dari laki-laki.

Hal ini menjadi pemicu dilakukannya demonstrasi besar-besaran oleh aktivis feminis dan pekerja perempuan saat disahkannya UU Omnibus Law. Karena hak-hak pekerja perempuan hampir tak disebutkan secara gamblang pada UU tersebut. Seperti kesetaraan upah, cuti melahirkan, cuti haid dan lain sebagainya.

Aktivis feminis beranggapan bahwa diskriminasi pada pekerja perempuan ini muncul dari budaya yang meninggikan derajat laki-laki di atas perempuan. Karena itulah mereka, para kaum feminisme ini menyuarakan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan sehingga di antara keduanya harus sama dalam segala aspek.

Feminisme sendiri lahir dan malah subur dalam sistem yang hari ini diterapkan yaitu demokrasi. Mereka menuntut bahwa perempuan harus memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam segala bidang.

Ide yang di usung oleh gerakan feminisme ini pun hanya omong kosong dan jelas berbahaya bagi kehidupan para perempuan, karena di dalam Islam, setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan memiliki kedudukan yang sama di mata Allah SWT.

Perbedaan antara hak dan kewajiban pada laki-laki dan perempuan bukanlah bentuk diskriminasi. Akan tetapi, inilah yang dinamakan dengan fitrah. Laki-laki dan perempuan tetap bisa berkompetisi dalam hal kebaikan yang sesuai dengan fitrah masing-masing.

Selain itu, ide kesetaraan gender dapat membahayakan sebab akan memberikan penderitaan tak berkesudahan pada para perempuan. Karena perempuan dituntut untuk memberikan kontribusi besar di luar rumah. Serta mengiming-imingi kesejahteraan dan kebahagiaan semu yang dapat diraih dengan menghasilkan pundi-pundi rupiah. Padahal hal ini akan mendatangkan kerusakan besar.

Derita Kaum Perempuan Sebab Demokrasi Kapitalisme

Demokrasi kapitalisme telah memberikan kebebasan hak milik yang dengan itu, para kapital (pemilik modal) bebas memiliki sumber daya alam (SDA) di suatu negeri.

UU Omnibus Law adalah bukti betapa pemerintah berpihak pada para pemilik modal. Sehingga buruhlah yang menjadi tumbal dari semua kekejaman yang sudah terstruktur. Hingga akhirnya yang kaya tetap akan kaya dan yang miskin pun akan terus hidup dalam kemiskinan.

Kesetaraan gender dan kesetaraan upah yang diinginkan oleh para feminis bukanlah sebuah solusi fundamental atas kesejahteraan pekerja perempuan. Karena penyebab kerusakan sebenarnya adalah sistem yang diterapkan hari ini.

Prinsip dari ekonomi kapitalisme adalah modal kecil dengan untung besar. Yang dengan itu para pemilik modal ini menginginkan pekerja yang dapat dibayar semurah mungkin. Untuk itu, jika banyaknya tuntutan oleh pekerja perempuan, seperti cuti melahirkan dan lain sebagainya, maka para pemilik modal ini akan segera memberhentikan dan siap menggantinya dengan pekerja yang lain.

Khilafah Memuliakan Perempuan

Seluruh permasalahan yang dihadapi perempuan akan teratasi dengan terwujudnya khilafah. Karena dalam khilafah lah aturan Allah SWT dapat diterapkan seluruhnya. Yang mana, aturan tersebut pastilah sesuai dengan fitrah manusia dan perempuan akan mulia dengannya.

Ali ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. juga pernah bersabda:

إِنَّمَا النِسَاءُ شَقَائقُ الرِجَالِ مَا أَكْرَمَهُنَّ إِلاَ كَرِيمٌ وَمَا أَهَانَهُنَّ إِلَّا لَئِيْمٌ

“Perempuan adalah saudara kandung laki-laki. Tidak memuliakan kaum wanita kecuali orang mulia dan tidak merendahkan mereka kecuali orang hina.” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan Ibnu Asakir).

Di dalam Islam, perempuan tidak wajib memenuhi kebutuhan mereka sendiri (bekerja). Karena yang wajib memenuhinya adalah walinya, seperti ayah, suami, saudara laki-lakinya, ataupun anak laki-lakinya yang sudah baligh. Sehingga para perempuan tak akan merasakan intimidasi, diskriminasi, bahkan pelecehan di tempat kerja.

Selain itu, negara akan menyediakan lapangan pekerjaan kepada para laki-laki yang dengan ini dapat mengembalikan fungsi perempuan ke dalam fitrah yang sebenarnya. Karena dalam khilafah SDA akan dikelola negara yang kemudian hasilnya dikembalikan lagi kepada umat untuk kemaslahatan seluruh individu yang tinggal dalam daulah. Seperti menggratiskan pendidikan dari jenjang yang paling rendah hingga perguruan tinggi, bidang kesehatan, keamanan, membangun infrastruktur dan lain sebagainya.

Ketika perempuan tak disibukkan dengan bekerja di luar rumah, maka para perempuan akan lebih fokus mengemban tugas yang sebenarnya yaitu mendidik generasi hingga lahirlah generasi cemerlang yang akan memberikan kontribusi besar pada peradaban dunia.

Lantas, masihkah betah dengan sistem hari ini duhai umat Muhammad?

Tak inginkah kita hidup mulia dengan diterapkannya Islam secara keseluruhan?

Maka, bangkitlah!

Wallahualam Bissawab.