Kritik Isu Ketahanan Pangan Food Estate

 


Oleh: Sari Ramadani (Aktivis Muslimah)


Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Medan terlibat dalam rapat realisasi Pembentukan Korporasi Program Food Estate Humbang Hasundutan. Direktur Polbangtan Medan, Yuliana Kansrini, mengatakan bahwa Rapat BUMP Tunas Harapan Kawasan Food Estate Humbahas ini dilaksanakan di Hotel Marthin Anugerah, Dolok Sanggul. Rapat ini dihadiri langsung Sekjen Kementan, Dr.Ir Momon Rusmono, MS, Kepala Pusat Pendidikan Pertanian, Tim BPPSDMP, Direktur dan Wakil Direktur serta Dosen dari Polbangtan Medan beserta beberapa pendamping Program Food Estate. "Menjadi pembahasan dalam rapat ini terkait tentang Badan Usaha Milik Petani (BUMP), Aladvokasi dan edukasi seputar BUMP kepada petani, pembentukan Gapoktan serta rencana kerja yang ditargetkan untuk mengaktifkan BUMP secara maksimal," jelasnya. Menurut Yuliana, dengan terealisasinya BUMP dalam rapat yang tetap mengedepankan protokol kesehatan ini, diharapkan akan memberikan kesejahteraan kepada petani dan memudahkan petani memasarkan hasil produksinya. (sumut.antaranews.com, 17/11/2020).


Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, menyampaikan bahwa total luas areal yang dipersiapkan kurang lebih mencapai 1000 hektare. Kemudian areal yang sedang dalam penggarap seluas 215 hektare. Menurut Mentan, dalam pengembangan kawasan di Sumatera Utara akan dibangun model industri hulu-hilir termasuk pascapanen. Sehingga nantinya akan ada "market place" seperti pasar modern. Perlu diketahui, tahun 2020 target pembukaan lahan untuk pembangunan FE Humbahas seluas 1.000 hektar yang sumber dananya dari APBN Kementan seluas 215 hektar dan Swasta 785 hektar. Pihak Swata yang telah menanamkan modal untuk pengembangan kawasan diantaranya adalah PT Indofood, PT Calbee Wings, PT Champ, PT Semangat Tani Maju Bersama, PT Agra Garlica, PT Agri Indo Sejahtera, dan PT Karya Tani Semesta (m.republika.co.id, 27/10/2020).


Problem ketahanan pangan Nasional merupakan persoalan yang berkaitan erat dengan kelangsungan hidup dan juga aspek-aspek kehidupan manusia khususnya di Indonesia sendiri, untuk itu dibutuhkan pula solusi mendasar dalam mengatasi hal ini. Baru-baru ini, pemerintah mengadakan rapat untuk merealisasikan pembentukan korporasi program Food Estate di Sumatera Utara untuk mengatasi problem ketahanan pangan.


Food Estate sendiri adalah sebuah program jangka panjang pemerintahan Indonesia, yang berguna untuk menjaga ketahanan pangan dalam negeri. Program Food Estate ini memiliki konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan dalam suatu kawasan tertentu.


Food Estate direncanakan menjadi lumbung pangan dengan penerapan pertanian modern melalui teknologi terbaru. Tata kelola pertanian modern dengan skema investasi ini diperkirakan mampu memenuhi target produksi. Pemerintah terlihat sangat optimis bahwa proyek ini benar-benar mampu meningkatkan produksi pangan sekaligus menyejahterakan rakyat khususnya petani.


Namun sayangnya, untuk merealisasikan hal ini, dibutuhkan modal yang tidak sedikit sehingga untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah beranggapan bahwa peran KUR menjadi penting. Selain itu, setiap pinjaman memerlukan jaminan di bank, maka dibutuhkan sosok investor yang berfungsi sebagai off taker penyerapan hasil produksi petani dan mampu menyediakan benih, pupuk dan sparodi lainnya. Terbukti sudah ada sekitar 7 PT besar yang bersedia menanamkan modalnya untuk merealisasikan hal ini.


KUR sendiri atau Kredit Usaha Rakyat merupakan program prioritas pemerintah dalam mendukung UMKM berupa kebijakan pemberian kredit, pembiayaan modal kerja atau investasi kepada debitur individu atau perseorangan, badan usaha, dan kelompok usaha yang produktif dan layak, namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup. Tujuan dilaksanakannya program KUR antara lain adalah untuk meningkatkan dan memperluas akses pembiayaan kepada usaha produktif, meningkatkan kapasitas daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.


Hal ini berbeda dengan sistem Islam yaitu Khilafah, yang mana dalam sistem Islam, Negara selain menerapkan aturan Allah sang pencipta alam semesta, manusia, dan kehidupan, juga bertanggung jawab penuh pada seluruh urusan masyarakatnya termasuk juga soal pangan. Rasulullah Saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Ahmad, Bukhari).


Selain itu, dalam sistem Islam, Negara tidak akan mengalihkan tanggung jawabnya kepada kelompok ataupun masyarakatnya. Sehingga dalam urusan permodalan pun tak akan pernah mengambil jalan riba seperti yang sudah dipraktikkan pada sistem Kapitalis saat ini. Yang mana, untuk merealisasikan sebuah proyek selalu menggunakan jalan riba entah itu melalui KUR, pinjaman di bank, ataupun dari investor asing dan swasta yang mengakibatkan setiap pinjaman akan dilipatgandakan dari jumlah yang seharusnya. Alih-alih ingin menyejahterakan rakyat terlebih petani, malah justru berpotensi mendatangkan kerugian pada pihak petani karena terbebani bunga pinjaman yang berlipat ganda.


Padahal di dalam Al-Qur'an Allah jelas-jelas mengharamkan riba. Allah SWT berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung." (QS. Ali Imran: 130).


Untuk itu, maka kembalilah kepada sistem Islam, sistem sempurna yang berasal dari Allah SWT, yang sudah terbukti mampu mengatasi berbagai macam problematika kehidupan yang ada, tak terkecuali soal pangan yang hingga detik ini tak ada satu pun sistem yang berhasil menuntaskan masalah ini hingga ke akar permasalahan.


Wallahu’alam Bisshowwab.