EVALUASI BJJ: ANTARA HAK PENDIDIKAN DAN RISIKO KESEHATAN

 


By: Ika Juita Sembiring


Sampai saat ini kondisi penyebaran wabah covid-19 belum mengalami penurunan. Bahkan jumlah pasien baru terus bertambah di hampir semua daerah. Hal ini menyebabkan aktifitas di luar rumah masih dibatasi. Termasuk aktifitas belajar di Sekolah. Yang dalam kondisi normal akan dilaksanakan dengan tatap muka. Kini ruang belajar tatap muka telah dipindahkan ke dunia maya alias dalam jaringan. Program pembelajaran ini dinamakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya pencegahan penularan Covid-19.

Lantas bagaimana dalam pelaksanaannya, apakah tidak menemui kendala? Tentu saja ada, bahkan banyak masalah baru yang timbul dengan proses pembelajaran ini. Dalam proses pembelajaran ini peserta didik dan instrukturnya berada di lokasi yang berbeda. Sehingga memerlukan sistem telekomunikasi interaktif untuk menghubungkan keduanya, dan tentu saja harus didukung perangkat yang mumpuni. Hal inilah yang belum sepenuhnya terpenuhi, faslitas yang mendukung pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini. Kondisi jaringan internet yang tidak merata untuk semua wilayah, keterbatasan quota sebagai syarat dapat mengakses internet, bahkan tidak adanya HP android. Tentu ini menjadi masalah program PJJ yang pada akhirnya akan membuat pelajar tidak terpenuhi hak belajarnya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, mengatakan evaluasi pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama masa pandemi Corona ini menunjukkan hasil yang variatif di setiap daerah. Ada yang berjalan efektif dan sebaliknya. Nadiem menjelaskan di beberapa daerah, khususnya terpencil dan tertinggal, kendala utama siswa dalam PJJ ini adalah akses internet. Namun secara nasional mayoritas siswa di Indonesia sudah bisa menikmati layanan internet. Masalah lain yang Kemendikbud temui adalah waktu adaptasi terhadap program ini yang sangat singkat. Hal ini membuat PJJ berjalan dengan pemberian tugas yang berlipat ganda kepada siswa. "Ini memang tantangan yang berat bagi guru dan menjadi beban bagi peserta didik," ucap Nadiem. (Tempo.co. 11/07/2020)

Inilah kondisi terkini pendidikan di Indonesia selama masa pendemi ini. Kebijakan yang diambil untuk mengurangi penyebaran virus corona. Yaitu dengan melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pemerintah seolah tidak punya pilihan lain, opsi yang ada adalah tidak belajar sama sekali atau tetap belajar di sekolah dengan resiko penularan covid-19. Tentu saja kedua hal ini bukanlah pilihan yang tepat bagi para pelajar. Dengan tidak belajar sama sekali, betapa hak-hak belajar mereka tidak akan terpenuhi. Bahkan dengan PJJ yang tidak efektif ini pun tidak sepenuhnya hak belajar didapatkan. Bagaimana mungkin dengan jarak jauh dan kendala disana-sini dapat belajar dengan maksimal? Dan apabila opsi yang diambil adalah belajar tatap muka langsung, maka kesehatan pelajar pun terancam penularan covid-19. 

Adanya kebijakan pemerintah dengan memberikan subsisi kuota, bantuan gadget dan kurikulum darurat tentu belum mampu menyelesaikan permasalahan ini. Jika pun PJJ ini sudah dapat dilaksanakan nantinya maka banyak hal yang tidak pelajar dapatkan dibandingkan dengan belajar tatap muka. Sebab belajar bukan sekadar transfer ilmu, melainkan juga mampu mendidik dan membentk karakter siswa. Namun dalam situasi seperti sekarang ini, pembelajaran tatap muka masih sangat beresiko apalagi bagi daerah dengan zona merah. Demikian juga daerah zona hijau beresiko tertular dari daerah yang zona merah, sebab sekarang ini pun tidak adalagi pembatasan wilayah. Sehingga mobilisasi orang tidak dapat dibatasi untuk mencegah penularan ini.

Sehingga saat ini diperlukan sebuah kebijakan yang disandarkan pada keselamatan dan keamanan masyarakat. Namun sangat disayangkan pemerintah saat ini, belum mampu mewujudkan jaminan pendidikan, keselamatan maupun kemanan bagi masyarakat. Hal ini akibat sistem kapitalisme yang dianut oleh pemerintah. Kapitalisme menjadikan keuntungan materi dan azas manfaat sebagai tolak ukur pebuatan termasuk ketika mengambil kebijakan terhadap masyarakat. Oleh karena itu wajar jika pelaksanan PJJ pun banyak mengalami kendala, sebab dilihat tidak ada lahan bisnis didalamnya. Bagaimana seharusnya kondisi diatasi? Dalam pandangan islam negara hadir sebagai penjamin kebutuhan rakyatnya, baik kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan. Maupun kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Seluruh pembiayaan dan ketersediaanya akan dijamin oleh pemerintah, sehingga seluruh rakyat dapat menikmati fasilitas pelayanan publik. Mendukung segala sarana pembelajaran bagi rakyat. Dalam kondisi apapun tujuan pendidikan tidak akan berubah, baik dalam kondisi normal pun dalam masa pandemi. Wallahua`lam bi shawab.