DITENGAH WABAH MASIH MELANDA, PEMERINTAH BERENCANA MEMBUKA KEMBALI SEKOLAH


Oleh : Dina Aprilya (Mahasiswa Universitas Sumatera Utara)

Sejak pandemi Covid-19 melanda tanah air, Kemendikbud memutuskan aktivitas belajar dan mengajar dirumah. Metode pembelajaran dilakukan lewat aplikasi video dan menyaksikan tayangan televisi pemerintah kemudian siswa melaporkannya setelah sekolah aktif. Namun dengan akan diberlakukannya New Normal, Kemendikbud pun membuat kebijakan untuk tak ada rencana tunda tahun ajaran baru, dan ada kemungkinan sekolah juga akan mulai dibuka kembali per Juli 2020. Sedangkan untuk pembukaan kembali sekolah harus sesuai keputusan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan untuk menunggu kondisi aman dari pandemi.
Menyikapi  keputusan ini, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti berpendapat apapun skenario yang dipilih pemerintah daerah dan pusat benar-benar memperhatikan pemenuhan hak-hak anak. Salah satunya adalah memastikan sekolah-sekolah di sterilisasi. Rencana ini memang hanya diberlakukan untuk sekolah di daerah-daerah yang aman dari wabah Covid-19. Kegiatan sekolah pun akan menggunakan protokol kesehatan yang sudah ditentukan. Serta diwajibkan memakai masker. Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut apakah pihaknya bakal menetapkan protokol kesehatan tersendiri maupun pembatasan jumlah siswa (Kompas.id, 12/05/2020).
Resah, ya itulah perasaan orangtua kebanyakan saat ini. Hal ini tentu saja disambut dengan perasaan was-was dan gelisah oleh para orangtua, bagaimana tidak, sudah 3 bulan anak-anak social distancing di rumah agar terhindar dari virus corona, maka terlalu berisiko bila harus kembali sekolah disaat pandemi belum berakhir, sekalipun dengan protokol kesehatan. Akan sia-sia bila akhirnya sang anak menjadi tertular. 
Penambahan kasus yang terjangkit virus juga masih terus terjadi. Kekhawatiran serupa disampaikan oleh Federasi Serikat Guru Indonesia yang datang dari Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan. Ia meragukan koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang terlihat tak sinkron dalam penanganan corona. Pembukaan pendaftaran baru tanpa diikuti data yang jelas wilayah yang masuk pengawasan bisa membahayakan bagi guru dan siswa. Menurut Satriawan ini bisa saja terjadi mengingat pemerintah pusat dan daerah kerap memegang data yang berbeda-beda (CNNIndonesia.com, 09/05/2020).
Belum lagi berkaca pada komunikasi tak sinkron antar pemerintah pusat dan pemda belakangan. Sebelum merealisasikan pembukaan sekolah, Kemendikbud juga perlu memerhatikan terkait teknis dan sarana prasarana pendukung protokol keamanan corona di sekolah. Termasuk pengaturan terkait teknis penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), penyediaan perlengkapan seperti sabun cuci, hand sanitizer, dan masker yang harus disiapkan. Bahkan sekolah perlu memiliki alat pelindung diri (APD) di tiap Unit Kesehatan Sekolah (UKS).
Mengingat anak-anak adalah sebagai generasi penerus bangsa maka seharusnya pemerintah tak boleh gegabah dalam mengambil tindakan. Harus mengutamakan keselamatan jiwa masyarakat termasuk jiwa anak-anak. Hal ini berbeda dengan Islam yang menjadikan keselamatan jiwa sebagai prioritas utama. Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Hilangnya dunia, lebih ringan untuk Allah daripada terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani) Wallahu’alam bishawab.