PERDA MDTA, ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN




By : Nazli Agustina Nasution, S.PdI
(Praktisi Pendidikan)

DPRD Kota Medan terus mendorong penerapan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA). Dengan adanya Perda tersebut, diharapkan dapat menumbuhkembangkan pendidikan Islam khususnya bagi siswa Sekolah Dasar (SD) di Kota Medan.
            Hal tersebut disampaikan anggota DPRD Medan, Ihwan Ritonga, saat mensosialisasikan Peraturan Daerah nomor 5 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar MDTA tersebut dengan mengungkapkan kondisi generasi muda di kota Medan yang sudah sangat darurat kondisi pengetahuan agamanya sehingga sangat mudah terpapar kriminalitas dan penyalahgunaan narkoba. Harapan kedepan tentu saja dengan adanya Perda ini dapat membentengi generasi bangsa untuk dapat memahami pentingnya ilmu agama.
            Tentu, hal ini sangat kita apresiasi, karena sejujurnya dunia pendidikan kita masih carut marut. Potret pendidikan kita masih buram dan semakin hitam. Setiap hari, setiap saat kita selalu disuguhkan berita tentang kenakalan remaja, meningkatnya tawuran remaja dan terus bertambahnya angka praktik aborsi yang dilakoni para remaja dari waktu ke waktu. Belum lagi para generasi seperti sudah kehilangan moralitas. Akhlak kepada guru ibarat sesuatu yang langka di jaman ini. Miris, sedih, dan kesal yang kita rasakan. Sehingga upaya kerja kerja nyata dari semua pihak sangat dinanti oleh masyarakat untuk memperbaiki kondisi ini. Salah satunya dengan diwacanakannya Perda MDTA ini. Namun pertanyaannya apakah memang Perda MDTA ini akan menjadi sesuatu yang solutif? Mengingat jaminan keber-agama-an anak didik hanya diatas secarik kertas semacam surat keterangan saja.
            Tidak dapat dipungkiri bahwa kenakalan remaja semakin tidak terbendung. Dan yang paling berkontribusi terhadap kenakalan remaja tersebut salah satunya  adalah karena memang minimnya pendidikan agama yang dijalankan oleh sistem pendidikan kita saat ini. Sistem pendidikan kita hari ini menyebabkan tergerusnya keimanan dan ketaqwaan individu pendidikan dalam memahami tujuan pendidikan itu sendiri yaitu menuju manusia yang ber IMTAQ. Gaya hidup permissive, hedonis dan liberal adalah penampakan sehari-hari dari generasi kita. Dari mulai  ada yang keguguran di dalam ruang kelas sampai tega menginjak Al Quran demi pacar seolah menjadi berita yanglumrah adanya. Miris!.
Lalu apakah kita akan mengatakan bahwa kondisi tersebut disebabkan oleh tidak cukupnya bekal agama saat di sekolah dasar? Sehingga diperlukan menerbitkan perda wajib MDTA bagi lulusan sekolah dasar sebagai jaminan telah memiliki keber-agama-an yang baik. Jawabannya tentu tidak. Karena sesungguhnya yang sedang menyajikan bobroknya dunia pendidikan kita hari ini adalah sistem pendidikan sekuler yaitu pemisahan agama dari kehidupan yang diadopsi oleh Negeri kita. Sistem pendidikan sekuler telah menjadi pondasi bagi berjalannya kurikulum pendidikan kita. Bahwa keilmuan telah dikotomi dari ruh agama, kering dari sense of spiritual value. Mengalokasikan pendidikan agama seminimal mungkin, tidak cukup dan tidak memadai. Padahal ini modal bagi proses membina anak didik agar menjadi manusia yang ber IMTAQ.Bahwa anak didik harus senantiasa didekatkan dengan nilai agama saat dia belajar keilmuan apapun.
Dengan demikian, wacana penerbitan perda wajib MDTA selayaknya perlu dikritisi lagi karena memang bukan solusi efektif dan tidak tepat untuk mengubah wajah dunia pendidikan kita. Sekali lagi bahwa akar persoalan pendidikan kita adalah karena diterapkannya sistem pendidikan sekuler.
            Lantas apa solusi efektifnya? Tidak lain adalah kembali kepada Islam. Ya, hanya kembali kepada Islam. Sebab Islam sebagai agama sempurna yang diturunkan Rabb semesta alam, telah menjelaskan seluruh sistem kehidupan ini, termasuk di dalamnya sistem pendidikan. Setidaknya ada tiga poin penting diantara beberapa poin tentang format pendidikan di dalam Islam yang akan diterapkan oleh Negara, antara lain : Pertama, Asas pendidikan formal adalah akidah Islam. Seluruh mata pelajaran harus berdasarkan akidah Islam dalam rangka membentuk kepribadian Islam pada diri peserta didik.  Kedua, Tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islami serta membekali anak didik dengan sejumlah ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan urusan hidupnya. Ketiga, Negara menjamin penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh rakyatnya, tanpa memandang agama, suku dan ras serta bertanggung jawab sepenuhnya dalam menyediakan fasilitas pendidikan bagi rakyatnya. Dan semua format pendidikan tersebut hanya bisa diselenggarakan oleh sebuah institusi yang bernama Khilafah Islamiyah.
Wallahu a’lam