Kalimat tauhid: berjaya di dunia, selamat di akhirat


Oleh : Nurma Al-Wahidah (Jurnalis & Aktivis Muslimah)
Kalimat tauhid: laa ilaaha illallaah muhammad rasulullah saat ini menjadi membumi di negri ini setelah sekian rentetan kejadian. Kalimat penting yang membawa setiap orang berubah status menjadi seorang muslim, dengan mengucap 2 kalimat syahadat. Kalimat syarat makna membawa seluruh keyakinan orang yang mengikrarkannya, seketika terikat dengan seluruh aturan Islam, menjadikan Islam tidak hanya sebatas tertera di tanda pengenal, tapi juga masuk ke sanubari hingga menjelma menjadi perbuatan.
“Islam dibangun di atas lima perkara: (1) Syahadat bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah; (2) Menegakkan shalat; (3) Menunaikan zakat; (4) Puasa di bulan Ramadhan; dan (5) Berhaji ke Baitullah.” (HR. Al-Bukhari no.8 dan Muslim no. 16).
Makna syahadat laa ilaaha illallaah adalah tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah. Kalimat ini menihilkan hak peribadahan yang sejati dari selain Allah dan menetapkannya hanya untuk Allah semata sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hajj:
“Demikianlah (kebesaran Allah) karena Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak. Dan apa saja yang mereka seru selain Dia, itulah yang batil, dan sungguh Allah Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. Al-Hajj: 62).
Dengan kalimat ini pulalah seorang muslim juga akan mampu mendapatkan surga yang dijanjikan oleh Allah SWT.” siapa saja yang akhir ucapannya (sebelum wafat) adalah laa ilaaha illallah maka dia pasti masuk surga (HR Abu Dawud).
Awal dari seluruh perbuatan yang dilhamkan untuk dikerjakan dalam islam pun berawal dari kalimat ini. Keyakinan akan siapa pencipta kita, siapa yang berhak di sembah dan aturan mana yang wajib kita laksanakan di dunia ini. Dengan kalimat ini pulalah kita berharap mampu mengucapkannya di ujung usia. Tidak heran akhirnya setelah rentetan kejadian mengundang seruan aksi yang dilaksanakan oleh kaum muslimin untuk meninggikan kalimat tauhid ini.
Aksi Bela Tauhid digelar terkait peristiwa pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid yang dinyatakan Polri sebagai bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Garut, Jawa Barat. Aksi Bela Tauhid sebelumnya sempat digelar di depan kantor Kemenko Polhukam pada Jumat (26/10). Kemudian aksi serupa juga digelar pada 2 november di patung kuda monas jakarta Massa Aksi Bela Tauhid 211 mulai memadati area Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Massa aksi melakukan long march dari Masjid Istiqlal menuju Istana Negara setelah salat Jumat (detiknews_2/11).
Munculnya kesadaran umat
Bentuk penghambaan semata kepada Allah membuat setiap orang memiliki kesadaran yang penuh untuk mencintai simbol tauhid bukan hanya sebatas pada aksara yang tertulis saja, namun terimplikasi pada setiap jengkal nafas dan bait langkah yang juga di dedikasikan untuk keagungan agama ALLAH. Inilah kiranya yang dapat sama-sama rasakan bahwa ikatan akidah sejatinya mampu menggerakkan ribuan orang untuk bergerak menjadi satu barisan dengan satu visi untuk membangkitkan umat. Terlihat dari ribuan orang yang juga mampu berkumpul dan menyampaikan aspirasi yang satu yakni menjunjung kalimat tauhid sebagai identitas kaum muslimin bukan sebatas milik golongan tertentu saja.
“Rayah rasulullah saw berwarna hitam dan liwa’ nya berwarna putih. Tertulis disitu Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah (HR. Abu Syaikh alashbahani dalam akhlaq an-nabiy saw).”
Dengan ikatan akidah yang kuat ini lah kalimat tauhid yang dikenal dengan liwa’ dan rayah mampu dijaga bukan hanya sebatas oleh ras dan golongan tertentu saja, namun juga oleh seluruh umat islam yang ada didunia. Kalimat ini sejatinya menunjukkan seberapa bearnya kekuatan kaum muslimin ketika bersatu padu saling menjaga kemuliaan Islam. Keadaan ini tidak akan mampu tergoyahkan dengan mudahnya ketika kaum muslimin bersatu padu.
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai (QS Ali Imran : 103).
“Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. (QS. Al-Hujarat : 10 )
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan, “ ukhuwah (persaudaraan) Islamiyah dibangun di atas landasan persamaan agama bukan nasab (hubungan darah)”, karena itu dapat dikatakan bahwa persaudaraan berdasarkan agama lebih kokoh dan tsabit (tetap) dibanding persaudaraan yang dibangun di atas landasan nasab atau hubungan darah, karena sesungguhnya persaudaraan karena nasab akan terputus dengan sendirinya karena perbedaan agama, sementara persaudaraan karena agama tidak terputus dengan terputusnya nasab. Sementara itu Rasulullah telah bersabda, artinya: ”Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara, muslim itu saudara bagi muslim yang lain. (H.R. Bukhari-Muslim).
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nuur: 55).
Kebangkitan kaum muslimin
Dengan agenda umat yang dilakukan dalam bentuk aksi tauhid, menjadi awal baru bagi kaum muslimin semakin memupuk ikatan akidah antara kaum muslimin dan menjadi babak baru bagi kaum muslimin untuk kembali berjaya seperti sekian abad yang lalu, kalimat tauhid tidak lagi dengan mudahnya dihinakan. Kalimat ini dijadikan kebanggaan bagi kaum muslimin yang membawanya, kalimat yang sekian abad lamanya telah dijadikan simbol negri kaum muslimin di bawah naungan daulah khilafah islamiyah. Institusi yang tidak hanya mampu menjaga simbol kaum muslimin namun juga menjaga kaum muslimin dari penindasan dengan menjaga kaum muslimin dalam perisai yang kokoh dan mengayomi rakyatnya dengan sistem yang telah membawa keadilan serta kesejahteraan bagi siapapun yang hidup dalam naungannya.
“Bahwasanya Imam itu bagaikan perisai, dari belakangnya umat berperang dan dengannya umat berlindung.” [HR. Muslim]. Wallahua'lambishawab.