Prof. Suteki : Islam Tapi Kok Benci Syariah Islam


Dakwahsumut.com, Medan(11/9), - Prof. Suteki, seorang pakar Sosiologi Hukum dan Filsafat Pancasila menyayangkan adanya umat Islam yang membenci syariat Islam untuk ditegakkan sebagai sebuah ideologi negara. Padahal, katanya ideologi saat ini sudah memasuki senjakala karena sudah banyak yang inskontitusi.
"Syariat Islam itu tidak bisa tegak karena ada umat Islam yang membencinya," ucap akademisi itu ketika tampil sebagai pembicara dalam acara temu tokoh yang digelar Majelis Kajian Islam Kaffah (MKIK) di Hotel Garuda Citra, Medan.

Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) itu menyebutkan tentang keironian negeri ini dimana para pemimpinnya kebanyakan adalah seorang muslim, begitupula yang duduk diparlemen juga
kebanyakan seorang muslim, namun Islam menjadi sesuatu yang ditakuti.
"Lah wong ada tulisan 'lailaha ilallah' kok ketakutan," ucapnya di hadapan seratusan lebih tokoh Sumatera Utara.

Pada bagian lain, Prof. Suteki yang pernah dipersekusi karena dituding sebagai pendukung ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) juga mengkritik ideologi kapitalis yang kini sudah memasuki usia senjakala. Banyak dalam pelaksanaannya yang justru inskontitusi.

Dia juga mengkritik tentang pelaksanaan hukum di negeri ini. Pada saat tertentu negara disebutkan sebagai negara hukum, namun pada kesempatan lain justru hukum itu dilanggar. 

Pembubaran badan hukum HTI, menurutnya adalah pelanggaran hukum itu sendiri karena ada proses yang tidak taat hukum. "Perpu Ormas itu tidak beralasan. Ini negara hukum atau negara kekuasaan?" ucapnya.
Prof. Suteki juga mempertanyakan tentang perbedaan perlakuan hukum terhadap sejumlah orang. Menurutnya, ada beberapa orang yang dilaporkan melakukan penistaan agama Islam justru hingga hari tidak jelas tindaklanjut penanganannya. Sementara pada kasus lain, justru proses hukumnya sangat cepat.
Lebihlanjut, guru besar itu mengatakan pentingnya umat Islam hukum dengan baik. Namun untuk menguasai hukum dengan baik maka perlu menguasai politik. Sementara agar dapat berpolitik, maka diperlukan kekuasaan.

"Merebut kekuasaan itu bisa dengan cara legal atau melalui proses penyerahan kekuasaan secara sukarela," ucapnya.
Untuk sampai pada tahap itu, katanya maka perlu proses penyadaran yang dilakukan secara terus menerus kepada seluruh elemen bangsa. "Polisi disadarkan, TNI disadarkan, parlemen disadarkan, pemerintah disadarkan, dan lainnya," papar Prof. Suteki.
Acara temu tokoh yang dipandu Roni Darwin itu juga menghadirkan Ustadz Ismail Yusanto yang dikenal sebagai juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). []mn