Minta Musik Hiburan HUT Pemkab di Kecilkan Saat Azan, malah Muazin di Amankan Polisi

[caption id="attachment_4143" align="alignleft" width="300"]labuhanbatu-tukang-ajan2-medansatu Ramadhan Saat di Amankan[/caption]

Labuhanbatu – Hanya gara-gara meminta agar suara musik hiburan perayaan HUT Pemkab Labuhanbatu ke-71 dikecilkan saat adzan Dzuhur, seorang nazir masjid diamankan pihak panitia dan sejumlah aparat kepolisian setempat, Senin (17/10/2016).

Informasi diperoleh medansatu.com menyebutkan, Pemkab Labuhanbatu merayakan hari jadinya di Lapangan Ikabina, Rantauprapat, tepatnya di seberang Mapolres Labuhanbatu, sejak pagi hingga siang.

Saat memasuki adzan Shalat Dzuhur, panitia tetap melangsungkan kegiatan yang telah masuk persembahan tarian berbagai etnis. Padahal suara adzan dari Masjid Muhsinin yang hanya berjarak sekitar 20 meter terus
berkumandang.

Karena musik yang berasal dari acara HUT Pemkab itu sangat keras, seorang nazir mesjid, Eka Ramadhana mendatangi protokol di atas pentas. Dia menyarankan agar acara dihentikan sementara. Tapi protokol
menyarankannya agar menemui panitia di bagian podium.

Di sana, pemuda lajang tersebut malah disarankan agar kembali menemui protokol di pentas. Mungkin karena sarannya tak diindahkan, pemuda itu pun sempat mengeluarkan kata-kata tidak pantas.

Selanjutnya, Randhana meninggalkan lokasi dan melangkah menuju arah masjid Muhsinin. Tapi ia malah dikejar puluhan panitia, sejumlah petugas dari Satpol PP serta aparat dari Mapolres Labuhanbatu.

Setelah disergap layaknya penjahat, Ramadhana yang tinggal berseberangan dengan pagar Lapangan Ikabina digiring ke Mapolres Labuhanbatu. Petugas membawanya dengan cara mengapit lehernya.

Aksi pengamanan pemuda itu akhirnya menghebohkan masyarakat. Puluhan warga akhirnya mendatangi Mapolres Labuhanbatu, meminta agar Ramadhana dilepaskan. Belakangan, pemuda yang sering adzan di Masjid Muhsinin itu
dilepaskan.

Saat ditemui wartawan di rumahnya, Ramadhana mengaku, awalnya ia meminta kepada panitia di pentas agar suara musik dikecilkan, karena adzan sedang berkumandang. Namun dia disarankan menemui panitia di tribun utama, tempat di mana undangan duduk.

Setelah ditemuinya dan kembali menyarankan agar suara sound system dikecilkan, oknum petugas Satpol PP malah memarahinya. Di sanalah terjadi argumen, hingga akhirnya dia dikejar puluhan panitia maupun aparat polisi.

“Saya hanya minta suara loudspekernya dikecilkan, karena pas adzan, tapi malah dimarahi. Tidak ada saya memaki, cuma pas mau sholat saya dikejar, ya larilah saya dan ditangkap ramai-ramai,” akunya.

Sementara, Kamaluddin, orangtua Ramadhana mengaku mendapat kabar anaknya diamankan petugas, saat ia berada di tempat kerja. Ia langsung pulang, memacu sepedamotornya dengan kencang. Setibanya di rumah, Kamaluddin bersama sejumlah warga mendatangi Mapolres Labuhanbatu dan menjelaskan bahwa anaknya juga sering adzan di masjid Mapolres Labuhanbatu. Dia sendiri mengakui anaknya kerap adzan di masjid Muhsinin menggantikan dirinya.

“Saya jelaskan barulah mereka mengerti, untung tidak dipukuli. Maunya panitia pun sadar, sudah jam shalat, ya istrahatlah sebentar,” terangnya kesal.

Sejumlah warga pun menyesalkan sikap panitia. Mereka beranggapan panitia yang dipercayakan menggelar acara tidak mempertimbangkan waktu adzan shalat Dzuhur.

Bupati Pemkab Labuhanbatu, H Pangonal Harahap dimintai tanggapan sesaat akan memasuki mobil usai acara mengatakan itu merupakan bukan insiden. “Itu bukan insiden, cuma hanya kekhilafan. Sudah saya panggil tadi  panitianya,” aku Pangonal.

Sementara, Plt Sekda, Ahmad Muflih mengaku kurang mengetahui pasti kejadian itu. “Bukan mematikan sound system, mungkin cakapnya agak keras. Tapi coba tanya ketua panitia Pak Sarbaini, dia yang paham,” pintanya kepada wartawan.

Sedangkan Ketua Panitia Peringatan HUT ke-71 yang juga sebagai Assisten I Pemkab Labuhanbatu, Sarbaini, dimintai tanggapannya mengapa saat adzan di masjid tetap menghidupkan suara musik, enggan berkomentar. Pesan singkat yang dilayangkan ke ponselnya, tidak kunjung dibalasnya Insiden tersebut pun menjadi gunjingan, baik di kalangan pengunjung maupun pegawai yang hadir saat itu. Jika panitia matang dalam merencanakan tahapan kegiatan dan memahami lokasi yang berdekatan dengan dua masjid di sana, hal itu seharusnya tidak akan terjadi.

“Bikin malu saja panitianya, apa pun ceritanya itu kesalahan panitia. Seharusnya panitia tahu itu jam shalat. Masak tak dipikirkan suara adzan dari dua masjid tadi, saya saja mendengarnya, jelas kalipun. Selaku PNS  sayapun malu,” celetuk salah seorang berpakaian PNS. (habibi) (Sumber : medansatu.com)