Islam: War and Peace



Hemm.. Kalo belum siap jawabannya, buletin kece ini akan membantu ngejawabnya. Makanya, baca dan pahami sampe kelar buletin ini. Oiya, jangan lupa sebarin ke teman-teman kamu ya, biar dakwah Islam makin menyebar.

Niscaya, Islam Vs Kebatilan
Ada satu hal yang kudu kita maklumi, sebelum kita ngebahas lebih lanjut tentang perang atau perdamaian. Karena ini bahasan yang ngeri-ngeri sedap, kayak semacam parno kalo dibahas, tapi mau nggak mau ya tetap kudu dibahas. Nah, satu hal yang kudu jadi pemakluman karena ini sebuah keniscayaan adalah berbenturannya antara Islam versus kebatilan.
Perseteruan antara Islam dengan kebatilan ini saling mengalahkan, saling menguasai dan saling menundukkan. Makanya, wajar jika kita membahas tentang masalah perdamaian, juga membahas tentang perang. Sehingga, kita sebagai muslim nggak perlu khawatir sebagai di pihak yang haq, musuhnya selalu ada, yakni kebatilan. Karena Allah sudah sampaikan melalui firman-Nya:
“Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. al-Isra’: 18)
Sudah menjadi takdir, bahwa antara kebenaran dan kebathilan selalu ingin menguasai dan mengalahkan. Rasulullah saw bersabda
“Saya diperintahkan untuk memerangi manusia, hingga mereka bersaksi, ‘tiada ilah yang berhak diibadahi selain Allah.’ Dan ‘Muhammad adalah rasulNya.” Serta mendirikan sholat, menunaikan zakat. Jika mereka sudah melaksanakan itu semua maka darah dan harta mereka terjaga. Tidak halal ditumpahkan, kecuali karena haknya. Dan hisab mereka ada pada Allah SWT.” (HR. Muslim)
Sebaliknya, kebatilan juga nggak bakal diam. Karakternya, bakal berusaha menghancurkan kebenaran.
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat.”(QS. al-Baqarah: 217)
Maka dengan dikasih pendahuluan kayak gini, biar kamu nggak begidig, nggak usah takut, khawatir ngebahas masalah erang ataupun perdamaian.
Perang, Nggak Selalu Buruk
Kita nggak perlu cari tahu, siapa yang bilang “Islam ditegakkan dengan perang”. Waktunya bisa panjang, dan nggak cukup media ini buat ngebahas itu. Simpel aja, sikap yang kita ambil. Kalo yang bilang itu, dia bukan Islam, kita doakan semoga dapat hidayah. Kalo yang bilang begitu seorang muslim, semoga yang bersangkutan, segera meralat dan bertaubat. Sebab, apa yang dia bilang sama sekali tidak benar.
Kalo yang dimaksud oleh mereka yang mengatakan ‘islam ditegakkan dengan pedang’ adalah sejarah-sejarah penaklukan (futuhat) Islam, maka kita juga kudu belajar dari sumber sejarah yang benar tentang, istilahnya prosedur sebelum sebuah negeri itu ditaklukan dengan peperangan. Nggak tetiba saja terjadi perang, tapi ada semacam prolognya sebelum kemudian terjadi peperangan antara negara Islam dengan negara kufur.
Tapi sebelum bicara perang itu boleh atau kagak, kita juga harus tahu alasan yang mendasari kita melakukan perang. Karena perilaku kita sebagai muslim tentu saja patokannya adalah dalil. Nah, begitu pun ketika kita diperintahkan untuk berperang (jihad), itu bukan tanpa alasan. Ada dalilnya:
Dan perangilah dijalan Allah orang-orang yang menerangi kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. al-Baqoroh 190)
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah  dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah” (QS. al-Anfal :39)
Wah, kalo begitu Islam melegalkan peperangan dong? Jangan keburu nafsu menyatakan atau menafsirkan bahwa perang itu selalu buruk. Memang kalo orang dengar kata “perang” itu seakan-akan sudah kebawa kepikiran jelek alias negative. Karena mungkin, melihat dampak atau efek akibat peperangan berupa kerusakan, kematian, pertumpahan darah dan sebagainya. Padahal, sebenarnya kita nggak boleh asal mencap sesuatu itu baik atau buruk, hanya karena mendengar perkataan, atau menstandarinya dengan perasaan. Kalo semua hal diukur dengan perasaan, bisa kacau semuanya. Termasuk ketika menafsirkan kata “perang” atau “peperangan”.
Perang atau peperangan adalah sebuah aktivitas, sementara itu untuk mengatakan sebuah aktivitas itu baik-buruk, benar-salah, patokannya harus Al-Qur’an, Hadits atau sumber dalil yang ditunjuk oleh keduanya. Maka perang itu ada yang baik, dan ada yang buruk. Perang atau berperang dan sampai membunuh orang yang memerangi Islam, maka sesuai dalil di atas itu baik. Sementara berperang atau membunuh sesama muslim yang tidak ada sebab atau alasan dia untuk dibunuh maka jelas itu buruk. Alasannya juga karena ada dalilnya. Allah SWT berfirman:
“Dan barang siapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahanam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan melaknatinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An Nisa: 93)
Sampai sini paham ya, bahwa yang namanya perang jangan dihukumi dengan perasaan. Sehingga mungkin yang namanya perang itu kamu benci sekalipun, tapi kalo itu syariat dari Allah, kita kudu terima.
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah 216)
Nggak Ada Paksaan Masuk Islam
Nah, kalo sudah paham dasar dibolehinnya perang, yang harus jadi catatan penting bahwa yang bisa dan boleh melakukan perang adalah negara. Makanya ayat-ayat yang disebutkan di atas, di antaranya adalah ayat Madani, alias ayat yang diturunkan di Madinah. Dimana Madinah saat itu adalah negara Islam (Daulah Islam).
Pada masa itu terjadi perang antara Negara, maka Islam sebagai Negara di masa itu, pilihannya diperangi atau memerangi. Kalo terjadi peperangan dan umat Islam memenangi peperangan tersebut, maka dengan sendirinya orang-orang kafir yang berada di wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan umat Islam. Nah, pertanyaan selanjutnya “Apakah mereka dipaksa masuk Islam?” Jelas nggak. Kenapa koq gitu? Kembali lagi, alasannya adalah dalil
Tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama. Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah. Karena itu sapa saja yang ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah, mka sesungguhnya ia telah berpegang pada tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqoroh 256)
Buktinya, orang-orang non muslim baik itu kristen dan yahudi yang hidup di negeri Islam, mereka hidup dengan damai dan aman di bawah kekuasaan umat Islam. Orang-orang Yahudi di Yaman, Iraq, masih ada sampai sekarang ini. Orang Nasrani di Iraq, Suriah, Libanon, Mesir, masih ada sampai sekarang ini.
Itu artinya, Islam memang agama yang mencintai perdamaian, dan nggak mengandalkan perang sebagai penyebarannya. Kalo pun perang, itu lebih karena demi menyelamatkan harta dan nyawa. Tapi setelah menang perang, tidak lantas berbuat semena-mena. Bahkan saat perang pun, tidak boleh membunuh wanita, anak, merusak atau merobohkan pepohonan dan sebagainya. Jadi, adalah salah besar kalo ada yang nuduh, Islam itu agama kekerasan, bar-bar. Baik secara dalil, maupun bukti sejarah telah terbukti Islam agama perdamaian.
Nah, ini sudah pasti berbeda dengan negara-negara penjajah macam Amerika dan konco-konco Baratnya, ketika mereka memproklamirkan perang kepada sebuah negara, itu artinya mereka ingin menguasai dan merampok negara tersebut. Bukti paling nyata, ketika Amerika Serikat dengan dalih War on Terorism kemudian menyerang Afghanistan, Irak. Tapi begitu negara tersebut dibombardir habis, baru deh Amerika mengambili semua kekayaan alam negara tersebut, sembari memasang kaki tangan penguasanya di negara tersebut.
Tentu perilaku seperti diatas, nggak pernah ada dalam aturan bahkan sejarah penaklukan (futuhat) Islam, sebaliknya membuat negara tersebut sejahtera, penduduknya boleh saja heterogen tapi tetap damai. Dengan metode seperti itulah, akhirnya Islam dengan negaranya pernah Berjaya selama kurang lebih 13 Abad dan menguasai hampir 2/3 belahan dunia. Sekai lagi, itu dilakukan tanpa memaksa penduduk yang ditaklukan untuk masuk Islam.
Islam Rahmatan Lil Alamin
Allah SWT berfirman:
Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)
Rasulullah Muhammad SAW diutus membawa ajaran Islam, maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia. Secara bahasa, rahmat artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba (Lihat Lisaanul Arab, Ibnul Mandzur). Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi, diutusnya Nabi Muhammad SAWadalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.
Muhammad bin Ali Asy Syaukani dalam Fathul Qadir menyebutkan “Makna ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad, dengan membawa hukum-hukum syariat, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia tanpa ada keadaan atau alasan khusus yang menjadi pengecualian’. Dengan kata lain, ‘satu-satunya alasan Kami mengutusmu, wahai Muhammad, adalah sebagai rahmat yang luas. Karena kami mengutusmu dengan membawa sesuatu yang menjadi sebab kebahagiaan di akhirat’ ”
Tapi tafsiran ayat tersebut menjadi berubah, ketika orang yang mengusung isu pluralisme menafsirkan ‘Islam’ dalam ayat-ayat ini dengan ‘berserah diri’. Jadi semua agama benar asalkan berserah diri kepada Tuhan, kata mereka. Cukuplah kita jawab bualan mereka dengan sabda Rasulullah SAW:
”Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya” (HR. Muslim)
Dengan bekal ayat itu pulalah, sebagian kaum muslimin malah rela mencap saudaranya tidak toleran, tidak cinta kedamaian, bahkan yang lebih parah, mencap saudaranya sendiri sebagai teroris. Tentu saja ini sebuah keprihatinan, karena justru kepada orang-orang kafir, mereka malah berkasih sayang alias berlemah lembut.
Surat Al Anbiya ayat 107 ini sebenarnya bantahan telak terhadap pluralisme agama. Karena ayat ini merupakan dalil bahwa semua manusia di muka bumi wajib tunduk dengan syariat Islam. Karena Islam itu ‘lil alamin‘, diperuntukkan bagi seluruh manusia di muka bumi.

Sehingga tidak lantas, ketika ingin kelihatan menyenangkan orang kafir, dengan alasan rahmatan lil alamin, maka saling berpelukan, sementara kepada saudaranya sesama muslim, malah bersikap jahat. Padahal Allah SWT sudah menyampaikan:


Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka,. (QS. Al-Fath: 29)
Keras yang dimaksud adalah tegas terhadap sikap beragama kita, karena
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Rabb yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Rabb yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.” (QS. Al Kafirun: 1-6)
Dengan kedamaiannya Islam bukan berarti tidak tegas terhadap orang kafir. Dengan kedamaiannya pula, bukan berarti Islam memaksa orang untuk masuk Islam. Bahkan Allah dan Rasulullah mengajari bagaimana adab kita terhadap orang kafir dzimmi (orang kafir yang dilindungi).
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. al-Mumtahanah: 8)
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Imam An Nasa’i).
So, jangan pernah ragu, khawatir atau takut karena Islam ini memang agama perdamaian. Allahu Akbar! []
Buletin Teman Surga 029.