Penyerangan Ulama, Operasi Intel?


Secara berurutan, para pemuka agama diserang oleh ‘orang gila’ hampir serentak di beberapa wilayah Jawa Barat. Apakah ini operasi intelijen?
Dakwahsumut.com, Jakarta –Banyak spekulasi atas kejadian banyaknya penyerangan terhadap para pemuka agama atau ustadz ini.
Menurut Soeripto selaku pengamat intelijen, orang gila pun dapat dioperasikan. Ia mengatakan, orang gila direkayasa suasana batinnya dan disentuh dalam aspek emosi.
“Orang gila yang akan dioperasikan ini dipelajari dulu dimana sisi emosinya tersentuh. Kapan orang-orang gila ini mudah terpancing, dan bertindak agresif dan kapan dia menjadi tenang,” kata Soeripto, Rabu, (21/2/2018).
Ia mencontohkan kasus pembunuhan Presiden AS, John F Kennedy. Menurutnya pelaku tidak stabil jiwanya, tapi Kennedy berhasil terbunuh.
“Setelah dipelajari sisi emosinya, kemudian disentuh emosinya tersebut, hingga kemudian orang gila yang siap dioperasikan ini akan bertindak agresif. Jadi, orang gila pun sangat bisa untuk dioperasikan,” tutur mantan staf Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) periode 1967-1970 ini.
Secara nalar orang awam ia menekankan memang sulit diterima, namun bagi dia, dalam pengetahuan intelejen kemampuan observasi dan mengidentifikasi orang dengan tepat itu bisa, pasca observasi dan identifikasi mereka baru diprogram.
“Jadi sebelum mereka diprogram dan dioperasikan, mereka sudah dipelajari lebih dulu. Dan ketika dioperasikan, ternyata bisa berjalan beriringan di berbagai daerah. Ini berarti jaringannya berjalan baik,” imbuh Soeripto.
Ia menduga, ada skenario dan rekayasa, dan hanya orang yang memiliki kemahiranlah yang dapat melakukan operasi intelijen tertutup ini.
“Jadi dari analisa deduktif spekulatif saya pasti ada yang ‘ngerjain’ artinya ada rekayasa.” Walau benar secara medis penyerang didiagnosa gila, tapi dia bisa direkayasa melakukan penyerangan kepada pada orang orang tertentu.
Bukan berarti saya menuduh lembaga intelejen terlibat disini. Tapi, mereka yang mengoperasikan ini, bisa jadi memiliki kemampuan intelejen, dan memiliki kemampuan operasi tertutup,” tukas dia.
Adapun soal tujuan, menurut Soeripto ialah memberikan kepanikan dan ketakutan pada masyarakat. “Dulu pun hal seperti ini pernah terjadi, jadi cara seperti ini bukanlah hal yang aneh,” pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar mengatakan, meski pihak kepolisian yang selalu mendeteksi pelakunya ialah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), namun menurutnya pihak kepolisian tetap harus mengadili orang gila penyerang pemuka agama tersebut.
“Walaupun gila tetap harus diadili, dimana hukumannya tetap harus dimasukan dulu ke rumah sakit jiwa untuk diamati benar gila atau tidaknya,” ungkap Abdul, Rabu (21/2/2018).
Ia menekankan, tidak sembarang orang dapat menentukan seseorang gila atau tidak, kecuali pihak dokter kesehatan jiwa.
“Memang Pasal 44 KUHP menyatakan, orang yang jiwanya cacat karena pertumbuhan atau karena penyakit tidak dapat dipertanggungjawabkan karenanya tidak dapat dipidana. Oleh karena itu harus hati-hati menyimpulkan orang sebagai gila. Karena sangat mungkin gilanya merupakan kepura-puraan,” ucap Abdul.
Menurutnya, adalah hal yang janggal dan patut dicurigai apabila banyak pemuka agama yang menjadi sasaran. “Sangat mungkin pelaku kriminal tersebut berpura-pura mengalami gangguan kejiwaan agar bebas dari jeratan hukum. Karena mengherankan pelaku gilanya masif,” pungkas Abdul.[] WP