Mencari Sosok yang Tak Hanya Elok di Spanduk



Oleh : Abu Syafiq


Meski pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) -seperti yang telah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU)- baru akan dilaksanakan secara serentak pada tanggal 27 Juni 2018 mendatang, namun aroma dukung mendukung pasangan calon kepala daerah sudah mulai sangat menyengat di negeri ini, tak terkecuali di Provinsi Sumatera Utara
.
Lihatlah, tak terhitung berapa banyak baleho bergambar tokoh tertentu dengan tagline luar biasa yang seakan bisa membawa kita semua ke “surga”, jika memilihnya. Jumlahnya tersebar massif di sejumlah titik ruas jalan, emperan toko, batang pepohonan, dinding-dinding pagar hingga pada bodi-bodi kendaraan, baik roda empat maupun roda tiga. Kesemuanya memaksa mata kita untuk menikmatinya, meski mulut penuh dengan gerutuan
.
Wajah penuh senyuman dengan balutan pakaian memikat bak malaikat yang terpampang besar-besar di baleho itu memang tak peduli, apakah orang-orang yang melihatnya suka atau tak suka atau bahkan muak. Ia tetap akan tersenyum lebar menyapa siapa saja yang melihatnya. Tapi jangan tanya dulu, apakah keseharian tokoh tersebut memang “sesejuk” dan seramah tampilan fotonya yang ada dalam spanduk atau baleho tersebut
.
Yang pasti, sebagian alat propaganda itu ada yang terpasang apik di tiang-tiang resmi reklame (walaupun belum bisa diketahui pasti, apakah retribusi pemasangan spanduk dan baleho itu, benar-benar maksimal masuk ke kas pemerintah daerah). Namun tak sedikit pula baleho dan spanduk terpasang asal-asalan di sejumlah sudut persimpangan sehingga membuat kota ini terasa semakin menyemak. Jangan tanya juga bagaimana retribusinya, ada atau tidak?
.
Belum lagi membicarakan tentang frekuensi pemberitaan media cetak, online, radio dan media elektronik lainnya yang juga memberikan porsi khusus tentang arena tarung Pilkada itu. Pengguna media sosial pun ikut latah memposting bahkan sudah saling membentuk kubu tertentu untuk bersiap-siap menyerang kubu lawan yang berkeinginan menyerang.
Itu semua sudah sangat kentara kita rasakan. Tim sukses masing-masing bakal calon (balon) terus bergerilya mempengaruhi masyarakat agar ikut dalam barisan pendukungnya. Padahal, tahapan dari balon menuju calon pun, sesungguhnya belum dilalui tetapi mereka (tim sukses itu) seakan sudah memastikan bahwa tokohnya pasti lolos menjadi calon
.
Di sini, kita memang memakluminya bahwa itulah memang tugas mereka sebagai bagian dari tim sukses. Tidak ada yang salah dari mereka. Justru dianggap tak professional jika sampai hari ini mereka tidak ikut “perang” untuk mengunggulkan, setidaknya meningkatkan elektabilitas tokoh yang memang sedang sangat ambisi untuk duduk di kursi kekuasaan itu. Ini adalah perkara untuk meyakinkan pemilik perahu (elit Partai Politik) agar tidak ragu dan tidak berubah pikiran untuk menyewakan perahunya.
.
Kita tak bermaksud membahas tentang perang yang dilancarkan para tim sukses. Biarlah itu menjadi urusan mereka, toh setiap orang yang terlibat dalam tim tersebut melakukan itu semua semata-mata karena persoalan pekerjaan demi urusan perutnya. Wallahu’alam, apakah diantaranya ada yang melakukannya karena alasan ideologis atau keyakinannya
.
Fakta saling usung kadidat itu sesungguhnya sesuatu yang juga harus disikapi oleh seluruh umat, meskipun pelaksanaan Pilkada itu sendiri masih berbilang 6-7 bulan ke depan. Ini penting menjadi perhatian serius karena menyangkut keberlanjutan kehidupan yang lebih baik. Tentunya kehidupan dalam seluruh aspek, baik ekonomi, politik, keamanan hingga dalam aspek pelaksanaan keyakinan agama
.
Maka sepantasnya pula kita turut memberi warna di dalam suasana sekarang ini. Jangan sampai umat terlanjur salah dalam menentukan pilihan, terjebak dengan “produk jualan” para tim sukses yang tidak bertanggungjawab. Mereka memang sangat lihai dalam melakukan packaging (pengemasan) sehingga yang tak baik pun bisa disulap bak malaikat. Maka jika tak pandai-pandai kita, yang terbeli di dalam karung itu bisa saja adalah seekor kucing kurap
.
Menyikapi massifnya “perang” kandidat itu, sesungguhnya kita bisa memainkan peran. Tentunya, bukan ikut larut memanaskan temperatur udara yang kian hangat. Bukan pula menyerang tokoh lain yang kita anggap tidak segaris keturunan, atau tidak semarga, atau tidak sekampung dengan kita. Bukan pula latah ikut-ikutan berada dalam barisan dukung mendukung calon tertentu, tanpa memahami benar siapa sebenarnya orang yang akan kita beri amanah itu dan seberapa kuat komitmennya untuk memperjuangkan kepentingan umat
.
Di dalam Islam, memilih pemimpin bukanlah semata-mata urusan duniawi tetapi hakikatnya juga persoalan akhirat. Ini adalah bagian dari urusan agama. Intinya, setiap laku kita di dunia, sekecil apapun akan dimintai pertanggungjawabannya di hari penghisaban kelak. Apalagi dalam memilih pemimpin karena ini akan menentukan kehidupan Islam
.
Prof Dr KH Didin Hafidhuddin dalam tulisannya di Republika.co.id menuturkan, setidaknya ada 14 ayat di dalam Alqur’an menjelaskan perihal kepemimpinan. Jika diambil garis besarnya, maka ada tiga pokok perkara yang harus dicermati
.
Pertama, tentang kewajiban memilih pemimpin dari kalangan muslim. Tak cukup muslim tetapi harus memiliki akhlaqul karimah, dan berpengetahuan serta amanah
.
Kedua, memuat tentang larangan bagi kaum muslimin memilih pemimpin yang non Muslim atau kafir, seperti Yahudi dan Nasrani atau agama lainnya. Apalagi jika memiliki perilaku yang buruk dan penuh dengan kedzaliman
.
Ketiga, vonis sebagai seorang munafik, terhadap seorang Muslim yang memilih pemimpin tidak seakidah
.
Aturan itu berlaku pula untuk persyaratan pengangkatan seorang Gubernur yang dalam sistem pemerintahan Islam disebut sebagai Wali yang pengangkatannya semata-mata atas otoritas seorang khalifah (bukan melalui pemilihan umum)
.
Wali atau gubernur itu termasuk jabatan pemerintahan. Dia termasuk penguasa, maka setiap calon wali atau gubernur harus memenuhi syarat yaitu Muslim, laki-laki, merdeka, baligh, berakal, adil dan memiliki kemampuan
.
Rasulullah Muhammad SAW sepanjang kepemimpinannya sebagai kepala negara, telah mengangkat para wali. Ada Mu'adz bin Jabal yang diangkat menjadi wali di wilayah Janad, Ziyad bin Walid di wilayah Hadramaut dan Abu Musa al 'Asy ari di wilayah Zabid dan 'And
.
Mereka adalah orang-orang yang memiliki kelayakan (kemampuan dan kecakapan) untuk memegang urusan pemerintahan. Mereka juga orang-orang yang tidak sekadar berilmu tetapi juga dikenal ketakwaannya. Mereka mampu melaksanakan tugas dengan baik dalam urusan yang menjadi kewenangannya. Para Wali itu dapat menghidupkan hati rakyat dengan keimanan dan keagungan negara
.
Lalu pertanyaannya, apakah para kandidat bakal calon gubernur di Sumatera Utara yang saat ini sedang berebut pengaruh itu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan baginda Rasulullah SAW?
.
Jika alat ukur itu hanya kita tera-kan pada ribuan baleho atau spanduk yang terpajang menyemak, tentu sebagian diantara kandidat itu ada yang kita rasa memenuhi persyaratan. Diantaranya, ia seorang lelaki muslim, bahkan terlihat sebagai sosok yang taat. Itu terlihat dari pakaiannya, lobe atau peci yang dikenakannya. Juga dari titel haji yang terpasang di bagian depan namanya
.
Tentang keberpihakannya kepada agama, sepertinya tidak perlu diragukan. Baik yang petahana maupun pendatang baru, diantaranya ada yang menjabat sebagai pengurus atau penasihat organisasi keagamaan, pesantren, majelis taklim atau pengurus mesjid. Mereka juga penyumbang atau donator. Terlepas, apakah kedermawananya itu dilakukannya baru-baru ini saja atau sejak beberapa tahun sebelumnya
.
Kedekatannya kepada para ulama juga bisa menjadi parameter yang meyakinkan umat tentang keberpihakan dan kepeduliannya terhadap Islam dan umat Islam
.
Ke-santunan-nya hingga kemurah-hatiannya terhadap orang-orang yang membutuhkan bantuan, baik kepada yang muslim maupun non muslim yang belakangan ini beritanya sering kita baca atau simak di media, sungguh menunjukkan kebaikannya yang luar biasa
.
Tentang kemampuannya, di atas kertas juga tidak boleh diragukan. Sederet gelar akademik menambah panjang penyebutan namanya. Belum lagi setumpuk sertifikat pengakuan dan pengalaman para kandidat itu dalam bidang tertentu. Rasanya, tak ada celah untuk mengatakan kandidat itu tak memenuhi syarat sebagai pemimpin
.
Lalu, apakah seperti itu?
Rasulullah SAW mensyaratkan pemimpin itu senantiasa bertaqwa kepada Allah Subhanahu wata’ala. Ukuran bertaqwa tidak hanya sebatas melaksanakan ritual semata, seperti shalat, puasa, zakat dan berhaji atau melaksanakan amal kebaikan lainnya. Implementasi taqwa itu harus meyakini sepenuhnya dan menjalankan seluruh aturan yang digariskan Sang Pencipta Alam Semesta
.
Keyakinan bahwa agama ini paripurna dalam mengatur seluruh aspek kehidupan, seyogyanya setiap muslim memantapkan diri untuk selalu menerapkan seluruh aturan yang ada di dalamnya. Dan, sejumlah aturan itu memang hanya bisa dilaksanakan oleh tangan-tangan penguasa
.
Pertanyaannya, adakah diantara para kandidat itu yang siap menjalankan aturan (syariat Islam) itu secara utuh, sebagai konsekuensi keimanannya dalam Islam?
.
Maka sepantasnya-lah komitmen para kandidat dalam menjalankan aturan Islam (baca: syariah) ini, bisa menjadi pertimbangan penting dan utama bagi kita saat akan menentukan pilihan. Silakan cermati, manakah diantara para kandidat itu yang elok menurut Islam, yakni yang memiliki komitmen dan tanpa keraguan untuk menjalankan aturan-Nya
.