Pendidikan Harus Menciptakan Pribadi Bertakwa

HTI Press, Bandung – “Sistem pendidikan hari ini tidak mengarahkan peserta didiknya untuk bertakwa. Padahal dalam Islam, pendidikan harus mampu menciptakan output kepribadian yang bertakwa” tegas Dr.A.A. Handaka, Ketua DPD II HTI Kota Bandung sekaligus praktisi pendidikan dalam Seminar Pendidikan LDS DPD II HTI Kota Bandung yang mengangkat tema “Pendidikan Berkualitas Pencetak Generasi Pemimpin” di Auditorium Fakultas Ilmu Pendidikan Kampus UPI, Kota Bandung, pada Sabtu (17/5).

Ketidakseriusan sistem pendidikan hari ini dalam mencetak pribadi bertakwa, menurut Handaka, terindikasi dari pola sekularistik yang nampak dari aktivitas pembelajaran. Dimana pendidikan agama banyak diabaikan, “Di SD, SMP, dan SMA siswa hanya mendapatkan dua jam mata pelajaran PAI. Kemudian, di tingkat Perguruan Tinggi mahasiswa hanya mendapatkan 4 SKS selama studi S1. Bahkan pada tingkat lalu S2 dan S3, tidak ada sama sekali pelajaran PAI” katanya.

Belum lagi, Ia juga menyoroti minimnya dukungan keluarga dan masyarakat dalam mengarahkan serta mengondisikan peserta didik untuk bertakwa. Padahal, menurutnya, kedua elemen tersebut memiliki pengaruh yang tak kalah penting dalam membentuk kepribadian setiap peserta didik.

Maka dari itu, Ia pun mengajak peserta yang hadir untuk senantiasa membawa misi Islam dalam setiap aktivitas pendidikannya. Selain tentu, mendorong peserta untuk berjuang demi terciptanya Sistem Pendidikan Islam yang menurutnya dapat menjadi solusi atas krisis kepribadian hari ini.

Sementara itu, narasumber lainnya, Ponsen Sindu Prawito,M.M, Pakar Manajemen Pendidikan, menyoroti masalah mahalnya biaya dalam Sistem Pendidikan yang tegak hari ini. “Selama 9 tahun terakhir biaya pendidikan melonjak 327%, jauh lebih besar daripada kenaikan di sektor lain. Selain itu, kualitas bangunan sekolah Indonesia 60% rusak berat.”

Mahalnya biaya pendidikan, pada akhirnya tak hanya menjadikan sistem pendidikan hari ini gagal mencetak kepribadian yang baik. Lebih dari itu, membuat tingkat keterjangkauan dan kualitas keilmuan begitu rendah. “Adapun jika ada sekolah-sekolah yang berkualitas di Indonesia, tentu tidak semua masyarakat bisa menikmatinya. Hanya anak-anak yang orangtuanya kaya saja yang bisa menikmati. Lalu, bagi mereka yang tergolong tidak mampu, hanya bisa sekolah di sekolah yang gratis dan apa adanya,” ujarnya. []MI Kota Bandung