Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, IJM: Aneh dan Tidak Masuk Akal



Dakwahsumut.com, - Menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo mengajak warga Singapura untuk tinggal di Ibu Kota Negara  (IKN) Nusantara, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) menilai sebuah keputusan aneh dan tidak masuk akal.

"Keputusan Presiden sangat aneh dan tidak masuk akal karena mestinya IKN untuk rakyat Indonesia," jelasnya dalam program Kabar Petang:Ambyar! Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal Di IKN, di kanal Youtube Khilafah News, Ahad(11/06/2023).

Menurut Agung, ajakan Presiden seakan menawarkan kepada Singapura untuk segera lompat ke kapal dan pindah ke IKN atau Kalimantan. "Harusnya presiden mengajak masyarakat lokal (Indonesia) dulu," tegasnya.

Lanjut Aktivis 98 ini, yang tak kalah penting adalah soal aturan kepemilikan properti oleh warga negara asing. "Aturan kepemilikan properti antara warga negara asing dan lokal berbeda karena ada asas kedaulatan di negeri ini," jelasnya.

Agung menambahkan, dalam aturan yang diterapkan di Indonesia, warga negara asing (WNA) tidak bisa memiliki. "Apa yang disebut dengan hak milik namun hanya hak pakai," tuturnya.

Agung menduga, selain tidak urgent pemindahan IKN dikhawatirkan menguntungkan korporasi dan akan menguatkan hegemoni oligarki menguasai negeri ini.
"Tak dipungkiri, kini penerapan demokrasi di analisis banyak pihak tengah bergeser ke oligarki dimana pihak yang berkuasa hanyalah segelintir orang sehingga menjadi kedaulatan di tangan korporasi," paparnya.

Para korporat, menurutnya melakukan pendekatan kekuasaan sehingga negara lebih banyak diatur oleh kekuasaan bisnis yang mengalami krisis.
"Etika bisnis lantas terjadi hubungan gelap itu terjadinya simbiosis kekuatan bisnis dengan kekuatan politik transaksional hingga menjelma menjadi oligarki bisnis dan oligarki politik," tandasnya.

Konsep Islam

Dalam konsep Islam, menurut Direktur IJM,  pemindahan ibukota negara merupakan perkara mubah (boleh-boleh saja dilakukan) namun tentunya dengan pertimbangan matang dan tetap berporos pada kemaslahatan rakyat.
"Kesejahteraan rakyat menjadi prioritas bukan demi segolongan manusia yang dekat dengan penguasa atau yang menjadi kroninya," jelasnya.

Misi pemerintahan dimanapun, menurutnya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dalam konstitusi negeri. "Ini disebutkan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum," tuturnya.

Namun, Agung menambahkan, jika situasi negara sedang tidak memungkinkan seperti saat ini alangkah bijaknya jika pemerintah tidak memaksakan pemindahan ibukota negara. "Karena jika dilakukan justru akan menimbulkan dampak negatif dan jauh dari pencapaian tujuan kesejahteraan rakyat.
Sehingga yang dilakukan adalah optimalisasi pembangunan ibukota negara yang telah ada yaitu Jakarta dalam konteks ini untuk mewujudkan kesejahteraan tersebut," pungkasnya.[]Amar Dani