Stunting Masih Tetap Genting

 



Oleh: Mahyawita Leni Marpaung, S.Pd

Guru PM Al Maksumi & Aktivis Dakwah KoAS Tanjungbalai

 

Berdasarkan data WHO, Indonesia adalah negara ketiga dengan prevalensi balita stunting tertinggi di Asia Tenggara. Sebanyak tujuh juta balita di Indonesia mengalami stunting.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengumumkan bahwa Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah provinsi dengan angka stunting tertinggi, yaitu dengan prevalensi 35,3 persen (CNBC Indonesia, 27 Jan 2023). Lantas bagaimana dengan Sumatera Utara?

Sumatera Utara merupakan provinsi dengan prevalensi balita stunting tertinggi ke-19 di Indonesia pada tahun 2022. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di provinsi ini sebesar 21,1% di tahun tersebut. Dan kota Tapanuli Selatan merupakan wilayah dengan prevalensi balita stunting tertinggi di Sumatera Utara pada tahun 2022, yakni mencapai 39,4%. Angka ini melonjak 8,6 poin dari 2021 yang sebesar 30,8%. Kabupaten Padang Lawas menempati peringkat kedua di Sumatera Utara dengan prevalensi balita stunting sebesar 35,8%. Kemudian, disusul oleh Kabupaten Mandailing Natal dengan prevalensi balita stunting 34,2%. Sedangkan kota Tanjungbalai sendiri berada di posisi ke-13 dengan prevalensi balita stunting  26,9% (databoks, 16-02-2023).

Menanggapi hal ini, Wakil Gubernur Sumut yang juga Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Sumut Musa Rajekshah berharap pemerintah kabupaten/kota dapat menyerap dana BOKB secara optimal guna mempercepat penurunan stunting sebagai fokus utama. Sementara itu, Muhammad Irzal juga menyampaikan target prevalensi stunting di Sumut pada tahun 2023 mencapai 18,55% dan di tahun 2024 mencapai 14,92%. Ia juga berharap realisasi dana BOKB bisa maksimal di tahun ini, karena menurutnya tahun lalu belum ada kabupaten/kota yang berhasil menyerap hingga 100% (AntaraSumut, 30-01-2023).

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani gregetan karena dari total anggaran sub kegiatan penanganan stunting senilai Rp77 triliun, hanya Rp34 triliun yang langsung masuk ke mulut bayi. Sementara yang lainnya, hanya habis untuk kegiatan 'nyeleneh', seperti rapat koordinasi,  pembangunan pagar puskesmas, bahkan sampai anggaran motor trail (CNN Indonesia, 14-03-2023).

Kita mungkin ketawa (pagar Puskesmas masuk anggaran stunting), tapi ini juga menggambarkan betapa PR kita masih banyak sekali. Stunting masih menjadi PR besar negeri ini, apalagi kemiskinan tinggi  bahkan kemiskinan ekstrim juga.  Anggaran ada, namun ternyata tidak tepat sasaran.  Wajar jika stunting  sulit diatasi.  Penerapan ekonomi kapitalis jelas sumber utama terjadinya stunting. Berbeda sekali dengan sistem Islam. Islam menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat dengan berbagai mekanisme.  Terlebih anak-anak adalah calon generasi penerus penjaga peradaban mulia.

Penerapan sistem ekonomi Islam akan menjamin setiap anak, bahkan sejak dalam kandungan terjaga dan terhindar dari resiko stunting, Dengan penerapan berbagai sistem lainnya sesuai dengan tuntunan Islam dapat mencegah terjadinya stunting secara tuntas.