Minyak Mahal dan Langka Rakyat makin Susah

 



Oleh Rismayana (Aktivis Muslimah)


Lagi dan lagi, menjelang momen hari besar di Indonesia pasti terjadi kenaikan harga bahan pokok kebutuhan masyarakat, terutama minyak goreng. Seperti yang sudah-sudah kenaikan ini dibarengi dengan kelangkaan minyak goreng di pasaran yang menjadi persoalan mengapa minyak goreng yang bermerek minyak kita yang jelas-jelas sudah disubsidi oleh pemerintah langka dan juga mahal di pasaran?


Kenaikan harga minyak goreng yang terjadi dalam beberapa minggu di kota Medan banyak menyebabkan para konsumen (pembeli) dan pedagang mengeluh. Keluhan yang utama adalah para pedagang, karena setiap pengambilan dari agen yang berbeda maka harganya pun berbeda (bervariasi). Begitu juga yang terjadi dengan minyak goreng yang bermerek minyak kita. Minyak goreng ini jelas sudah disubsidi oleh pemerintah. Menjelang Ramadhan keberadaan minyak goreng minyak kita ini langka.


Menurut Irma salah satu pedagang di pusat pasar kota Medan, ia sulit mendapatkan stok minyak kita dari distributor yang menjadi langganannya. Menurut distributor tempat ia membeli minyak kita stok masih kosong. Kalaupun ada harga jual tidak akan dijual dengan harga yang ditetapkan pemerintah yaitu harga het Rp14000 per liternya. Dengan kelangkaannya harga minyak goreng kita bisa dijual dengan harga Rp14500 ribu per liter. Itu pun sedikit untungnya karena modal kami juga Rp14000 ujarnya (tribun medan, 21/02/2023).


Dengan kelangkaan dan naiknya harga minyak goreng di pasaran pada saat ini menyebabkan keresahan di tengah masyarakat. Terutama untuk masyarakat dari kalangan kelas menengah ke bawah. Karena minyak goreng merupakan salah satu komoditas yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat setiap harinya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari baik itu untuk kebutuhan keluarga maupun untuk usaha dagang (jualan gorengan). Berbeda dengan khusus untuk kalangan atas yang bisa mengalihkan fungsi minyak goreng dengan mengukus dan merebus. Jadi, dengan kenaikan dan kelangkaan minyak goreng di pasaran membuat rakyat resah dan bertanya-tanya apa penyebab kelangkaan minyak goreng di pasaran yang kejadiannya terus berulang- ulang.


Kelangkaan minyak goreng merek minyak kita yang baru -baru ini terjadi di Medan menurut keterangan Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Faerah Provinsi Dumut Maslindo Sirait dalam keterangannya, Tim satgas Pangan telah menemukan adanya penimbunan minyak goreng bermerek minyak kita. Ditimbun di sebuah gudang milik distributor sebanyak 75 ton yang diproduksi sejak bulan November 2022 hingga Februari 2023 belum diedarkan ke pasaran. Inilah yang menyebabkan dugaan kelangkaan minyak goreng yang bermerek minyak kita ujar beliau (sumutprov.go.id, 13/02/2023).


Jelas bahwa minyak goreng yang bermerek minyak kita merupakan minyak yang disubsidi oleh pemerintah, tetapi mengapa masih saja dalam peredarannya (suplai) pemerintah masih kecolongan juga. Inilah kesalahan dari sistem ekonomi kapitalis, negara hanya memprioritaskan keuntungan materi saja tanpa memikirkan kepentingan kesejahteraan rakyatnya. Karena negara yang ekonominya menganut sistem kapitalis, peran negara hanya sebagai regulator yang mengatur lalu lintas jalannya usaha, sedangkan pengelolaannya diserahkan kepada swasta. Sehingga tidak ada pengawasan yang ketat, inilah yang menyebabkan terjadinya banyak penimbunan barang (minyak goreng). Kelangkaan ini akan terus terjadi apa bila sistem ekonominya masih mengadopsi sistem kapitalis, karena tugas negara bukan meriayah rakyat, tetapi mencari keuntungan di atas kesusahan rakyat.


Kelangkaan minyak goreng ini bisa diatasi dengan kita kembali kepada sistem ekonomi Islam. Karena dalam Islam minyak goreng adalah sumber daya milik umum yang wajib diperuntukkan untuk rakyat tanpa ada bisnis keji di dalamnya. Karena dalam perekonomian Islam negara bertugas sebagai pengatur dan penyuplai barang. Ketika ada ditemukan di suatu wilayah terjadi kelangkaan bahan pangan (stok minyak) maka negara (Khalifah) akan memerintahkan bawahannya untuk menyuplai bahan pangan (minyak goreng) ke daerah tersebut. Sehingga tidak ada terjadi kelangkaan dan kesusahan di tengah masyarakat. Karena dalam Islam negara (Khalifah) merupakan pengurus bagi rakyatnya (rai’n). Seperti yang diucapkan Rasulullah saw. yang berbunyi, “Imam (Kahifah) adalah rai’n (pengurus) rakyat, dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya.” (h.r. Al-Bukhari).


Wallahualam bissawab.