Perempuan Sebagai Pendongkrak Ekonomi, Bukti Demokrasi Telah Gagal Mengurusi

 



Oleh Fitria Sari (Praktisi Pendidikan)

“Karena wanita ingin dimengerti”

Mungkin penggalian lirik lagu di atas adalah salah satu keinginan para kaum perempuan. Tabiat perempuan memang ingin dimengerti. Namun sayangnya, apakah sistem demokrasi dapat mengerti apa yang sebenarnya diinginkan kaum perempuan?

Tak ada habisnya ketika berbicara tentang perempuan dan segala problem yang menyertainya. Mulai dari kemiskinan, pendidikan rendah, dan masalah-masalah lain yang terus saja menghantui kaum perempuan di seluruh negeri. Sudah banyak memang program-program yang dijalankan pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pusat untuk menuntaskan masalah perempuan.

Seperti yang terjadi baru-baru ini, Ny. Nawal Edy Rahmayadi selaku Ketua TP. PKK Provsu, yang memberikan sambutannya pada kegiatan Efektivitas Marketplace dalam Peningkatan Pemasaran Produk pada Toko Online Perempuan Sumatera Utara Tahun 2022. Beliau mengatakan bahwa industri rumahan memiliki potensi besar di tengah-tengah masyarakat untuk meningkatkan ekonomi keluarga dan juga bangsa. (dispppa.sumutprov.go.id, 31/03/2022).

Kontribusi yang diberikan oleh kaum perempuan memang tidak dapat dipandang sebelah mata. Perannya disegala lini kehidupan memang sedikit banyaknya memberikan dampak yang cukup besar. Namun sayangnya, jika diperhatikan lagi, makin ke sini kaum perempuan makin jauh dari fitrah sesungguhnya sebagai perempuan.

Memang benar, kondisi menyedihkan yang menimpa kaum perempuan menjadi salah satu faktor yang membuat kaum perempuan ini tak lagi menetap dengan fitrah yang seharusnya. Hal ini juga yang malah akan menambah deretan permasalahan baru bagi kaum perempuan sebab telah keluar dari fitrahnya.

Tak cukup sampai di situ, program-program yang dibuat oleh pemerintah untuk menuntaskan masalah perempuan yang sarat akan kesetaraan gender malah akan menambah permasalahan baru bagi kaum perempuan.

Alih-alih ingin menuntaskan masalah perempuan, setiap solusi yang ditawarkan dirasa akan menggiring perempuan kepada kehancuran sebab feminisme yang menjadi acuan yang tujuannya ingin membebaskan kaum perempuan agar mendapat posisi yang sama dengan laki-laki dalam segala bidang, terutama bidang ekonomi. Inilah bukti betapa sistem demokrasi telah gagal mengurusi.

Padahal, persoalan perempuan tak hanya kemiskinan dan kemiskinan tak hanya menimpa kaum perempuan saja. Sebab, untuk benar-benar menuntaskan masalah perempuan perlu adanya sebuah pandangan dan sistem Islam untuk menyelesaikan persoalan yang menimpa kaum perempuan, agar nantinya, kaum perempuan tidak hanya terjebak dalam pemberdayaan ekonomi semata.

Islam telah memberikan posisi yang sangat mulia bagi kaum perempuan. Kehadiran Islam ke bumi memang membawa rahmat dan karunia bagi kaum perempuan. Sebab, tak ada satu pun sistem yang benar dapat memuliakan kaum perempuan selain Islam. Karena sebelum Islam datang, kaum perempuan benar-benar dianggap kaum kelas dua dan tak berhak mendapatkan hak-haknya sebagai seorang manusia.

Pemberdayaan perempuan dalam Islam tak hanya soal ekonomi semata, melainkan, mengaktifkan peran perempuan sebagai istri sekaligus ibu yang nantinya dapat mencetak generasi perubahan. Maka dari itu, pemberdayaan perempuan haruslah diarahkan pada upaya mencerdaskan kaum perempuan untuk mengambil Islam secara kafah dan mencampakkan segala pemikiran rusak yang dapat merusak tatanan kehidupan bagi umat dan perempuan.

Untuk itu, para muslimah harusnya memberdayakan perannya dengan memberikan kontribusi besar bagi tegaknya hukum Islam di muka bumi. Agar mendatangkan kebaikan tak hanya bagi kaum perempuan saja, melainkan juga seluruh manusia.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (TQS. An-Nisa’ [4]: 32).

Wallahualam bissawab.