JHT: Akal Bulus Mengeksploitasi Pekerja




Oleh Rismayana (Aktivis Muslimah)

Adanya penundaan pengambilan JHT (Jaminan Hari Tua) bagi tenaga kerja  yang sudah memasuki masa pensiun oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja sangat mencederai perasaan rakyat. Di mana pada masa ini rakyat dan para pekerja secara umum tidak mendapatkan jaminan kebutuhan dasar dari negara, alih-alih pemerintah membuat keputusan yang menyulitkan para pekerja dengan keputusan Menteri Tenaga Kerja tentang tata cara pengambilan JHT dengan disyaratkan ketika umur pekerja sudah memasuki usia 56 tahun.

Adanya penundaan pengambilan JHT (Jaminan Hari Tua) bagi buruh tenaga kerja yang sudah memasuki masa pensiun oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja sebenarnya peraturan ini sungguh sangat melukai hati rakyat. Sebab, di saat rakyat berharap mendapatkan pengayoman dari penguasanya, pemerintah hari ini malah tak segan menggerogoti hak-hak dari rakyatnya.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 2 tahun 2022 tentang tata cara pengambilan JHT (Jaminan Hari Tua) yang diambil oleh pekerja yang sudah pensiun atau yang sudah berhenti sebelum masa kerjanya habis (mengundurkan diri atau dipecat) tenaga kerja, baru diperbolehkan mengambil uang JHT setelah pekerja berusia 56 tahun. Peraturan yang dibuat Kementerian Tenaga Kerja ini jelas mendapat reaksi keras dari ketua serikat pekerja seluruh Indonesia (SPSI) Roy Jinto Ferianto. Ia mengatakan hal ini jelas sangat merugikan bagi para pekerja.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pada peraturan Kementerian yang sebelumnya yaitu PP No. 60 tahun 2015, PP No. 19 menyatakan bahwa buruh yang terkena PHK dan mengundurkan diri dibolehkan mengambil uang JHT tanpa harus menunggu usia 56 tahun. Roy menjelaskan Serikat Buruh Seluruh Indonesia menolak dengan tegas keputusan PP Menteri Tenaga Kerja ini. Lebih lanjut Roy mengatakan kemungkinan besar para buruh secara bersama-sama akan mengambil JHT nya sebelum peraturan baru Menteri Tenaga Kerja berlaku efektif pada 2 Mei 2022. (republika.com, 13/02/2022).

Penetapan pencairan dana JHT yang disyaratkan oleh Kementerian Tenaga Kerja yang baru bisa dicairkan ketika berusia 56 tahun. Hal ini jelas sangat menyulitkan masyarakat. Padahal sejatinya JHT merupakan bagian dari harta kekayaan yang dimiliki oleh pekerja yang disimpan (ditabung) yang itu merupakan bagian dari harta/gaji pekerja yang dimasa mereka masih aktif bekerja gajinya akan dipotong dari perusahaan dan sebagian lagi ditambahi dari perusahaan untuk tabungan mereka dihari tua. Karena bagi pekerja (buruh) satu-satunya harta yang jelas tampak di depan mata ketika mereka sudah tidak bekerja lagi karena faktor ketentuan lain seperti mengundurkan diri/diberhentikan dari pekerjaan, JHT lah satu-satunya yang bisa diharapkan untuk menopang kehidupan selanjutnya.

Inilah bukti keburukan dari sistem kapitalisme yang selalu mengambil keuntungan dari orang banyak (rakyat). Rezim kapitalisme ini sudah mengeksploitasi kaum pekerja. Di mana, saat keringat pekerja dari masa muda hingga menjelang akhir masa kerja (pensiun) keringat mereka sudah benar-benar dieksploitasi oleh kaum kapitalisme yang itu pun tanpa disadari oleh para pekerja. Dengan dana JHT yang disimpan di BPJS ketenagakerjaan, tanpa disadari oleh pekerja dana yang tersimpan itu dengan sangat mudah kaum kapitalisme menggunakannya.

Tak hanya itu, disaat para pekerja membutuhkan uangnya sendiri, negara malah abai dalam menjamin pemenuhan kebutuhan pekerja dan rakyatnya dengan adanya keputusan Menteri Tenaga Kerja yang membolehkan pencairan dana JHT boleh diambil ketika usia pekerja 56 tahun. Ini jelas tindakan yang sangat zalim dan merugikan rakyat. Inilah bukti buruknya negara dengan sistem kapitalisme, di mana negara tidak bisa menjamin dan melindungi hak-hak rakyatnya dalam hal ini melindungi harta pribadi rakyat (JHT).