Bulog Terlilit Utang, Rakyat Gagal Disejahterakan




Oleh Retno Purwaningtias
(Pegiat Literasi Islam)

Bulog adalah perusahaan yang menjalankan fungsi publik oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan yang bertujuan menjaga harga dasar pembelian gandum, beras, agar stabil dalam pendistribusiannya untuk kesejahteraan sosial, dan untuk mengelola persediaan pangan. (www.bulog.co.id).

Namun, bagaimana jika instansi pemerintah ini terjebak utang pada  bank?

Dikutip dari kumparan.com, 29/12/2021, Bulog masih memiliki utang pokok Rp13 triliun beserta bunganya yang belum dibayar. Utang tersebut digunakan untuk belanja penyediaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebesar 1 juta ton. Utang dan bunga tersebut kian bertambah karena pemerintah pun juga belum membayar utang pada Bulog senilai Rp4,5 triliun. Utang tersebut terkait dengan pemberian bantuan beras PPKM dan bantuan sosial Rastra.

Bulog yang membelanjakan CBP dengan dana utang, tentu tak terlepas dari bunga uang yang dipinjam. Ketika utang tidak terbayar, maka, akan diikuti dengan pembengkakan bunga. Begitu pula dengan CBP, makin tidak digunakan, makin turun kualitasnya.

Pembiayaan dengan cara berutang ini adalah konsep pembiayaan yang salah karena akan menimbulkan masalah-masalah lain, salah satunya beban bunga yang juga harus dibayar oleh negara selain utang pokok.

Jika suatu negara terus menggunakan utang untuk membiayai pengeluaran nasional, hal ini dapat menyebabkan penumpukan utang dalam jangka panjang, memaksa negara untuk membayar bunga pinjaman setiap tahun sekaligus membayar pokok pinjamannya.

Sangat disayangkan juga dalam sistem kapitalis saat ini, solusi pembiayaan pangan diambil dari utang bank yang tidak dapat dipisahkan dari riba, pun begitu juga untuk pembiayaan negara, juga berasal dari pinjaman bank atau bisa juga berupa pinjaman utang luar negeri yang menghasilkan bunga. Akibat utang ini, rakyat pun akan terkena imbasnya.
 
Konsep pembiayaan hasil dari utang jelas membebani Bulog dan pemerintah, sedangkan sumber utama penerimaan negara berasal dari pajak dan pajak digunakan untuk melunasi utang dengan riba. Padahal seharusnya badan yang bertugas pengelolaan sumber daya pangan ini mendapat alokasi dana non-utang. Pendanaan Bulog dapat diambil dari aset negara. Misalanya, sumber daya alam, hasil pemanfaatan lahan kosong oleh negara, dan lain-lain.

Dengan demikian, Bulog tidak perlu lagi berhutang untuk pencerapan dan hilirisasi pangan. Sayangnya, di negara yang menganut sistem ekonomi kapitalis ini, sumber pendapatan tersebut sudah dikuasai swasta atau asing, sehingga pajak dan utang sudah menjadi kawan sejati. Ini adalah sifat (perilaku alami) dari sistem kapitalis untuk mendukung perekonomian liberal, dengan konsep utang dan pajak.
 
Berbeda negara yang menganut sistem Islam. Semua kekayaan alam akan digunakan oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Alokasi anggaran tersebut akan diperuntukkan bagi kebutuhan seluruh rakyat dalam bentuk pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik lainnya, bukan dijadikan ladang bisnis yang memperhitungkan untung-rugi.

Meskipun dalam keadaan darurat negara harus mengambil tindakan utang, negara dapat mengambil pinjaman dari Baitulmal untuk membiayai kebutuhan darurat yang jika tidak terpenuhi akan menimbulkan kerugian. Namun, negara akan mempertimbangkan beberapa pertimbangan sebelum mengambil pinjaman: Pertama, pemerintah berkewajiban untuk memastikan bahwa negara memiliki kemampuan untuk membayar kewajibannya di masa depan, kedua, pemerintah harus memastikan pinjaman tersebut bebas bunga, dan ketiga, pemerintah akan mengambil langkah pinjaman dari sumber internal daripada  eksternal; lebih baik mengambil pinjaman dari lembaga syariah, seperti Baitulmal.
 
Selain itu, utang tidak dimaksudkan untuk kebutuhan yang ditangguhkan dan tidak meminjam melebihi kebutuhan. Ketika pemerintah memiliki kapasitas untuk membayar, penundaan tidak  ditoleransi dan seseorang tidak diperkenankan meminjam karena kebiasaan.

Dalam Islam, ketahanan suatu negara tidak hanya diukur dari kekuatan militernya saja, tetapi juga bagaimana ketahanan pangannya, sehingga persoalan kebutuhan rakyat  menjadi masalah yang harus segera diatasi.

Oleh sebab itu, perekonomian suatu negara ditentukan oleh sistem politik yang diterapkan negara tersebut. Karena dari politiklah tempat pengambilan kebijakan dan keputusan, termasuk kebijakan-kebijakan masalah ekonomi. Karena hakikat politik Islam adalah ri'ayah su'un alummah (pengurusan urusan ummat) yang berdasarkan syariat Islam, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw., "Imam/Khalifah adalah pengarah dan bertanggung jawab atas orang yang mengelola”. (h.r. Muslim dan Ahmad).

Wallahualam bissawab.