MEMILIH PEMIMPIN ITU PERKARA SURGA-NERAKA

 



Oleh: Zakariya al-Bantany


 


Tidak terasa kita sudah melewati tahun politik 2018-2019 dan tahun ujian politik 2020-2021 yang penuh dengan romantisme politik sejarah dan suka-duka serta ujian bertubi-tubi bagi rakyat negeri ini khususnya umat Islam. Dan menjadi pintu gerbang kebangkitan perjuangan umat Islam dalam aktivitas membela Islam dan membela tauhid, serta membela Syariah dan Khilafah, serta pula bendera tauhid ar-Royah dan al-Liwa' serta pembelaan terhadap sesama umat Islam yang tertindas di zaman now ini.


 


Dan kini pun kita telah memasuki awal tahun 2022, yang artinya kita sudah meninggalkan tahun 2020 dan pula telah meninggalkan tahun 2021. Yang merupakan tahun penuh bencana dan penuh tragedi politik di antaranya terjadinya banyak penangkapan terhadap aktivis Islam dan Ulama oleh rezim, serta juga banyaknya lahirnya RUU dan UU dzhalim produk rezim dan DPR seperti UU Minerba, RUU HIP, UU Covid-19, UU Omnibus Law Cilaka dan lain-lain. Dan juga di tahun 2020 lalu hingga di tahun 2021 tersebut akibat kebijakan salah dan ngawur rezim hingga sebabkan krisis kesehatan dengan mewabahnya pandemi Coronavirus (Covid-19) di seluruh Indonesia hingga memakan korban nyawa ratusan ribu lebih rakyat dan meluluh-lantakkan semua sendi-sendi kehidupan rakyat khususnya makin memukul ekonomi yang sebelumnya sudah babak-belur, dan juga terbunuhnya 6 laskar FPI secara brutal oleh aparat rezim tanpa proses pengadilan, yang kemudian berujung makin tragis tanpa proses pengadilan pula dengan dibubarkannya FPI secara dzhalim oleh rezim.


 


Dan juga artinya kita pun sudah meninggalkan tahun 2019 yang lalu sebelumnya, yang notabene merupakan tahun yang sangat panas, di mana telah digelar pemilu serentak baik pileg maupun pilpres pada bulan April yang lalu di tahun 2019 tersebut dalam memilih wakil rakyat yang baru, sekaligus pula presiden yang baru, yang tentunya akan menjadi kepala negara RI lagi dalam periode yang baru selama 5 tahun lamanya.


 


Dimana telah terbukti terasa sangat kentaranya dan sangat panasnya tensi politik dan aura pertarungan politik antara kubu petahana (01) dan kubu oposisi (02). Baik di dunia nyata maupun di dunia maya atau di media sosial di tahun-tahun politik, di musim pemilu tersebut sejak tahun 2016 dan tahun 2017 hingga tahun 2018 yang lalu. Dan juga di tahun 2019 yang lalu, yang telah menjadi puncak pertarungan politik antara kubu petahana dan kubu oposisi untuk merebut hati para pemilih, yakni rakyat negeri ini demi memenangkan dan meraih kekuasaan dari tangan rakyat dalam demokrasi tersebut untuk menjadi penguasa baru selama 5 tahun mendatang.


 


Dan akhirnya berujung pemilu serentak 2019 tersebut, khususnya pilpres 2019 tahun lalu justru berakhir sangat amburadul dan dipenuhi dengan kecurangan yang sistematis, terstruktur, massif dan brutal hingga memakan korban tumbal nyawa 700 KPPS. Dan menghabiskan uang negara lebih dari Rp25 trilyun untuk membiayai pemilu paling terburuk dalam sejarah Indonesia. Hingga sebabkan lebih dari 9 warga sipil tewas dalam aksi rakyat pada tanggal 21, 22 dan 23 Mei 2019 tahun yang lalu dalam memprotes pemilu tercurang 2019 tersebut.


 


Yang kemudian pula nasib malang nian justru berujung gagalnya #2019GantiPresiden dalam pilpres 2019 tersebut, dengan dimenangkannya kubu petahana 01 oleh KPU pusat di tengah malam dan oleh hakim MK, saat belum rampungnya penghitungan hasil akhir pemilu 2019 tersebut. Dan juga saat terjadinya huru-hara dan kisruh yang disebabkan oleh kecurangan sistematis pemilu 2019 tahun lalu tersebut.


 


Dan juga saat jelang pelantikan Presiden dan wapresnya untuk masa periode kedua kalinya, hingga sebabkan 4 Mahasiswa tewas dalam serangkaian aksi Mahasiswa menggugat RUU KPK dan RKUHP pada 23 September 2019–2 Oktober 2019 (1 minggu dan 2 hari) tahun lalu.


 


Serta akhirnya berujung pula kubu 02 pun merapat dan berkoalisi dengan kubu 01, dalam koalisi rekonsiliasi megaproyek dengan kompensasi Prabowo mendapatkan jatah menteri pertahanan dalam pemerintahan Jokowi (jilid kedua) dan Ma'ruf Amin untuk masa periode tahun 2019-2024. Demi mendapatkan bagi-bagi kue kekuasaan, sekaligus demi melegitimasi presiden dan wapres hasil pemilu 2019 tersebut.


 


Dan berujung pula menjelang akhir tahun 2020 lalu, justru Sandiaga Uno Cawapres dari capres Prabowo mengikuti jejak Prabowo, dengan akhirnya Sandiaga pun menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam pemerintahan Jokowi (jilid kedua) dan Ma'ruf Amin untuk masa periode tahun 2019-2024. Dan diperparah pula di akhir tahun 2020 lalu, justru rezim Jokowi-Ma'ruf tanpa proses pengadilan, tanpa dialog dan tanpa kegentingan yang memaksa secara dzhalim membubarkan FPI. Namun justru Prabowo-Sandi bungkam dan tidak ada suara sama sekali atas pembubaran FPI tersebut.


 


Hingga akhirnya semakin membuat sangat kecewa berat bagi para pendukung dan pemilih 02 Prabowo-Sandi. Bahwa ternyata terbukti mereka telah ditipu berkali-kali oleh demokrasi dan telah dikhianati oleh Prabowo-Sandi jagoan mereka dan harapan besar mereka tersebut. Dan kini Ulama-Habaib dan umat Islam serta emak-emak dan Ormas Islam, mulai menyadari dan mulai menaruh harapan satu-satunya kepada solusi Islam yakni Syariah dan Khilafah untuk mewujudkan perubahan hakiki dan menuntaskan segala problematika yang mendera negeri ini.


Meskipun kini masih ada sebagian umat ini, yang masih percaya dan masih berharap pada demokrasi dengan mengusung Anies Baswedan sebagai capres RI yang baru di pilpres tahun 2024 mendatang. Walaupun mereka sudah berkali-kali dibohongi dan dikhianati serta ditindas oleh demokrasi tersebut.


 


Namun, di balik dari sukacita dan dukacita yang mendera rakyat dan umat Islam dalam proses dan hasil pemilu tercurang 2019 tahun lalu tersebut dan juga tahun bencana dan tragedi politik 2020 dan 2021 tahun lalu. Maka, hendaknya tahun 2019 dan tahun 2020 serta 2021 tersebut, menjadi pelajaran sangat berharga dan refleksi bagi kita semua umat Islam dan seluruh rakyat Indonesia, yang mencita-citakan perubahan dan kepemimpinan baru dalam menapaki kehidupan yang lebih baik di tahun 2022 ini dan di tahun-tahun mendatang berikutnya, khususnya pula tahun politik 2024 mendatang.


Juga mumpung pesta demokrasi atau pemilu baik pileg maupun pilpres tahun 2024 mendatang belum digelar secara resmi. Maka, sungguh ketahuilah pula, bahwasanya memilih pemimpin negara bukan sekedar memilih orangnya saja, tapi juga memilih dengan cara apa ia memimpin, mengurus dan mengelola negara. Apakah ia memimpin, mengurus dan mengelola negara dengan cara tuntunan Allah, yakni cara Islam ataukah justru cara hawa nafsu pribadinya, dan cara hawa nafsu setan, serta cara hawa nafsu mayoritas kebanyakan manusia seperti cara demokrasi, cara komunis, cara teokrasi, cara monarkhi dan cara barbar jahiliyah lainnya ?!


 


Karena itulah, salah memilih pemimpin negara, jika dimana pemimpin negara yang kita pilih tersebut, dalam visi dan misi serta tujuan dan seluruh program kerjanya dalam memimpin, mengurus dan mengelola negara tidak mau menggunakan cara dari Allah atau cara Islam. Namun, justru menggunakan cara hawa nafsu manusia dan cara setan seperti cara demokrasi, cara komunis, cara theokrasi, cara monarkhi dan cara barbar jahiliyah lainnya.


 


Maka, orang yang memilih pemimpin negara yang tidak mau menggunakan cara Islam, tentunya akan memperoleh dosa investasi atau dosa jariyah atas dosa-dosa yang dilakukan oleh penguasa dzhalim yang dipilih tersebut. Dan dosa yang terbesar yang dilakukan oleh kita dan penguasa tersebut adalah mencampakkan hukum-hukum Allah dan menerapkan hukum-hukum jahiliyah buatan manusia seperti demokrasi kapitalisme sekularisme, sosialisme komunisme, theokrasi, monarkhi dan barbar jahiliyah.


 


Jika seandainya pemimpin negara tersebut mati dan masuk neraka gara-gara tidak mau menggunakan cara Islam, maka pendukungnya pun akan ikutan terseret menemani pemimpin dzhalim tersebut ke neraka. Sebab, setiap pilihan hidup kita akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT, termasuk pemimpin dan yang dipimpin pun akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT.


 


 


وعن بن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلّم قال: كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعيّتِهِ, والأميرُ راعٍ, والرّجُلُ راعٍ على أهلِ بيتِهِ, والمرأةُ رَاعِيَّةٌ على بيتِ زوجِها وَوَلَدِهِ, فكلّكم راعٍ وكلّكم مسئولٌ عنْ رَعِيَّتِهِ. (متفق عليه)


 


 


Dari Ibn Umar ra. Dari Nabi saw., beliau bersabda:


“Kalian adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan kalian. Seorang penguasa adalah pemimpin, seorang suami adalah seorang pemimpin seluruh keluarganya, demikian pula seorang isteri adalah pemimpin atas rumah suami dan anaknya. Kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)


 


Allah SWT pun berfirman:


 


إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ ﴿١٦٦﴾ وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا ۗ كَذَٰلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ ۖ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ


 


"Ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.


Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allâh memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka." (QS. al-Baqarah: 166-167)


 


وَبَرَزُوا لِلَّهِ جَمِيعًا فَقَالَ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنْتُمْ مُغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ۚ قَالُوا لَوْ هَدَانَا اللَّهُ لَهَدَيْنَاكُمْ ۖ سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِنْ مَحِيصٍ


 


"Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allâh, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan dari kami azab Allâh (walaupun) sedikit saja?” Mereka menjawab: “Seandainya Allâh memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri." (QS. Ibrâhîm: 21)


 


وَإِذْ يَتَحَاجُّونَ فِي النَّارِ فَيَقُولُ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنْتُمْ مُغْنُونَ عَنَّا نَصِيبًا مِنَ النَّارِ ﴿٤٧﴾ قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُلٌّ فِيهَا إِنَّ اللَّهَ قَدْ حَكَمَ بَيْنَ الْعِبَادِ


 


"Dan (ingatlah), ketika mereka berbantah-bantah dalam neraka, maka orang-orang yang lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan dari kami sebahagian azab api neraka?” Orang-orang yang menyombongkan diri menjawab: “Sesungguhnya kita semua sama-sama dalam neraka, karena sesungguhnya Allâh telah menetapkan keputusan antara hamba-hamba-(Nya)." (QS. Ghafir: 47-48)


 


وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ مَوْقُوفُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ يَرْجِعُ بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ الْقَوْلَ يَقُولُ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لَوْلَا أَنْتُمْ لَكُنَّا مُؤْمِنِينَ﴿٣١﴾قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا أَنَحْنُ صَدَدْنَاكُمْ عَنِ الْهُدَىٰ بَعْدَ إِذْ جَاءَكُمْ ۖ بَلْ كُنْتُمْ مُجْرِمِينَ﴿٣٢﴾وَقَالَ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا بَلْ مَكْرُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ إِذْ تَأْمُرُونَنَا أَنْ نَكْفُرَ بِاللَّهِ وَنَجْعَلَ لَهُ أَنْدَادًا ۚ وَأَسَرُّوا النَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ وَجَعَلْنَا الْأَغْلَالَ فِي أَعْنَاقِ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ هَلْ يُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ


 


"Dan orang-orang kafir berkata: “Kami sekali-kali tidak akan beriman kepada Al-Qur’an ini dan tidak (pula) kepada kitab yang sebelumnya.” Dan (alangkah hebatnya) kalau kamu lihat ketika orang-orang yang zhalim itu dihadapkan kepada Rabbnya, sebahagian dari mereka menghadapkan perkataan kepada sebagian yang lain; orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “Kalau tidaklah karena kamu, tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman.” Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah: “Kamikah yang telah menghalangi kamu dari petunjuk sesudah petunjuk itu datang kepadamu? (Tidak), sebenarnya kamu sendirilah orang-orang yang berdosa.” Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “(Tidak), sebenarnya tipudaya(mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allâh dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya.” Kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat adzab. Dan Kami akan memasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Saba’: 31-33)


 


قَالُوا رَبَّنَا مَنْ قَدَّمَ لَنَا هَٰذَا فَزِدْهُ عَذَابًا ضِعْفًا فِي النَّارِ


 


"Mereka (para pengikut) berkata (lagi): “Ya Rabb kami; orang yang telah menjerumuskan kami ke dalam adzab ini, maka tambahkanlah adzab kepadanya dengan berlipat ganda di dalam neraka." (QS. Shaad: 61)


 


إِنَّ اللَّهَ لَعَنَ الْكَافِرِينَ وَأَعَدَّ لَهُمْ سَعِيرً﴿٦٤﴾اخَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۖ لَا يَجِدُونَ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا﴿٦٥﴾يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا﴿٦٦﴾وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا﴿٦٧﴾رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا


 


"Sesungguhnya Allâh melaknat orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka); mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindungpun dan tidak (pula) seorang penolong. Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allâh dan taat (pula) kepada Rasul.” Dan mereka berkata: ”Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Rabb kami, timpakanlah kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar." (QS. al-Ahzâb: 64-68)


 


Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Thâwus rahimahullah mengatakan, “Saadatana yaitu para pemimpin, sedangkan kubaro-ana (pembesar-pembesar kami) adalah ulama.” (Riwayat Ibnu Abi Haatim). Yaitu, kami dahulu telah mentaati para penguasa dan para pembesar dari kalangan ulama’, dan kami telah menyelisihi para Rasul, kami dahulu meyakini bahwa mereka memiliki sesuatu (manfaat, Pen.), dan bahwa mereka di atas sesuatu (kebenaran, Pen.), namun ternyata mereka tidak di atas sesuatu (kebenaran). [Tafsir Ibnu Katsir, surat al-Ahzâb/33 ayat 67-68, dengan ringkas]


 


Karena itu, sebelum terlambat dan sebelum menyesal kelak di kemudian hari, maka jangan sampai salah pilih untuk kesekian kalinya berulang kali. Jangan pernah memilih pemimpin yang suka bohong dan suka ingkar janji, serta suka menyelisihi dan memusuhi serta mengkriminalisasi hukum-hukum Allah dan seluruh ajaran Islam (sistem Islam baik akidah Islam maupun Syariah Islam khususnya ajaran Islam perihal Syariah, dakwah, jihad dan Khilafah).


Jadi, jangan pernah memilih pemimpin yang tidak mau menerapkan Islam, dan sangat anti Islam, serta menjadi pengkhianat umat dan pengkhianat akidah Islam. Cukuplah kiranya pemilu penuh darah tahun 2019 yang lalu, dan juga tahun 2020 dan 2021 yang penuh bencana dan tragedi serta pengkhianatan tersebut menjadi pelajaran sangat berharga dan refleksi bagi kita semua. Dan jangan sampai terulang kembali di tahun 2022 ini, dan di tahun-tahun mendatang berikutnya khususnya kelak di tahun politik 2024 mendatang.


 


Maka, pilihlah dengan pilihan yang benar dan tepat nan cerdas sesuai Syariah yaitu memilih pemimpin yang dikehendaki Syariah Islam. Yakni, memilih pemimpin yang memenuhi syarat-syarat legal syar'i yaitu: Islam, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil dan mampu, yang tentunya pemimpin yang memenuhi syarat-syarat legal syar'i tersebut hanya mau menerapkan dan mau menjalankan hukum-hukum Allah semata. Yaitu, pemimpin yang mau menerapkan dan menjalankan sistem Islam secara kaffah baik akidah Islam maupun Syariah Islam (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dalam segala aspek kehidupan, dalam bingkai negara Khilafah Rasyidah Islamiyah semata untuk Indonesia yang lebih baik penuh rahmah dan penuh berkah, serta berkeadilan penuh kedamaian dan penuh kesejahteraan hingga menebar rahmah dan berkah bagi dunia dan alam semesta. Apatah lagi ganti rezim telah gagal dalam pemilu berdarah 2019 tahun lalu dan buah busuknya yang beracun dan merusak serta rentetan bencananya sudah dirasakan di tahun 2020 dan 2021 yang lalu. Maka, tidak ada alternatif pilihan lain kecuali ganti rezim ganti sistem hanya dengan solusi Islam, yaitu Syariah dan Khilafah. Mau ?!


 


Wallahu a'lam bish shawab. []