Karakter Demokrasi: Anti Kritik Massal

 


Oleh: Muzaidah (Aktivis Muslimah)


Masih ingatkah dengan peristiwa pengesahan Omnibus Law--yang disebut oleh rakyat sebagai "'UUD Celaka''--yang disahkan oleh DPR? Hal ini membuat rakyat emosional serta habis-habisan menyuarakan aspirasinya pada rezim agar menghentikan pengesahan UU tersebut. Namun apa yang didapat? Rezim tidak mempedulikan, bahkan anti terhadap kritik. Imbasnya, di antara rakyat ada yang berseteru dengan polisi hingga menyebabkan kematian. Ada juga beberapa rakyat yang dipenjara karena terlibat dalam isu demonstrasi yang mengakibatkan kerusuhan dan kerusakan fasilitas publik.


Tak hanya masalah UU Ciptaker yang berujung ricuh, perlindungan sosial yang diberikan oleh pemerintah untuk menyelamatkan perekonomian masyarakat dari krisis Covid-19 pun masih lambat dan bahkan tidak menyentuh kelompok yang seharusnya mendapatkan, terutama mereka yang terdampak dari sektor informal.


Dalam laporannya, Bank Dunia menyebut kalau besaran dana yang dikucurkan oleh pemerintah tersebut akan menentukan apakah masyarakat akan jatuh ke dalam jurang kemiskinan. “Simulasi kami, kalau pemerintah tidak memberikan perlindungan sosial, maka sebanyak 8,5 juta masyarakat Indonesia bisa jatuh miskin akibat krisis ini,” ujar mereka. (nasional.kontan.co.id, 20/12/2020)


Sebagaimana yang juga sering ditampakkan dalam wawancara di berbagai televisi, di mana rakyat mengeluhkan nasib perekonomiannya akibat dampak Covid 19. Mereka mengeluh tidak mampu membiayai kehidupannya, mulai dari asupan makanan bahkan membiayai sekolah para anaknya bagi IRT. Melihat kondisi ini pun  penguasa masih saja dengan sikap "anti kritiknya". Padahal  jelas taruhannya adalah nyawa umat yang mengharapkan suaranya didengar dan berharap dipenuhi hak-haknya.


Beginilah kondisi umat hari ini. Melihat fenomena ketidakadilan yang diterima rakyat, sangat wajar karena demokrasi ditegakkan di atas asas sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan), sehingga keadilan tidak akan pernah sampai kepada umat. Satu keluh kesah umat pun hanya ''angin lalu'' yang singgah.


Oleh karena itu, umat Islam tidak membutuhkan lagi aturan lain untuk mengatur seluruh aspek kehidupannya, baik yang bersumber dari paham komunisme maupun kapitalisme. Cukup hanya syariah Islam yang umat butuhkan. Terbukti Hingga saat ini pun umat tidak percaya dengan demokrasi. 


Sistem islam mengendalikan segalanya dengan berlandaskan Al-Qur'an dan As-sunnah sesuai ajaran Rasulullah Saw. Berbagai macam problematika umat bisa teratasi dengan sigap dan benar. Hal ini dilakukan juga dengan penerapan berasas islam sehingga dapat dibagikan dengan adil dan sama ratanya. Tidak seperti sekarang ini, berpegang teguh pada kapitalisme yang sama sekali tidak memikirkan nasib umat.


Tidak akan ada hukum maupun sistem terbaik selain dari sistem islam dan negara islam (khilafah), karena tidak ada satu pun perkara yang baik dalam demokrasi yang segala bentuk aturannya  berasal dari produk akal manusia, bukan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana firman Allah:


أفحكم الجاهلية يبغون ومن أحسن من الله حكما لقوم يوقنون


Artinya: “Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”(QS. al-Maidah [5]: 50).


Islam bukan sekadar agama, tapi juga ideologi. Seorang pemimpin (Khalifah) dan semua rakyatnya akan terikat dengan hukum syara'. Setiap individu taat dan tunduk kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw dengan menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-Nya.


Islam bukan sekadar identintas semata dalam kancah kehidupan, melainkan kunci dari berbagai aturan yang berlaku hingga di era modernisasi saat ini. Bukan cuma aturan pribadi saja, melainkan juga ada aturan dalam membangun negara. Jika manusia tidak mau mengikuti petunjuk-Nya, hidupnya pasti sesat. Jauh dari bahagia. Di akhirat pun dia akan mendapat siksa neraka. Na’udzubilLahi min dzalik. Petunjuk Allah SWT tersebut tertuang dalam syariah-Nya. Itulah syariah Islam. Syariah islam sempurna, lengkap dan adil. Syariah Islam hadir dengan lengkap, sempurna, universal, adil dan jauh dari kezaliman. 


Syariah Islam pasti mendatangkan rahmat untuk seluruh umat manusia dan alam semesta (dalam surat al-Anbiya’ ayat 107). Tidak ada satu pun aturan atau perundang-undangan di dunia ini yang menyamai syariah Islam yang Allah SWT turunkan. Allah SWT berfirman: 


وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا , لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ , وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ


Artinya: "Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (al-Quran) sebagai syariah yang benar dan adil. Tidak ada satu pihak pun yang mampu mengubah kalimat-kalimat (syariah)-Nya. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. al-An’am [6]: 115)


Sistem islam akan memakmurkan umat dalam segala aspek kehidupan. Tidak akan pernah membandingkan antara kalangan atas ataupun bawah. Sehingga, jangan pernah berhenti menyuarakan bahkan mengritik penguasa dengan cara yang haq dan benar sesuai ajuran Al-Qur'an dan jejak Rasulullah Saw. Menyongsong sistem islam (Khilafah) tegak demi terwujudnya masyarakat adil, makmur dan sejahtera.


Wallahu a'lam Bisshowwab