Omnibus Law, Ada Dugaan Konspirasi

 



Dakwahsumut,  Medan, -  Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat, Chandra Purna Wirawan, SH, MH menilai wajar rakyat melakukan penolakan terhadap UU Omnibus Law karena disinyalir hasil konspirasi kepentingan.


"Ada dugaan konspirasi kepentingan," ucapnya dalam acara bertajuk "Omnibus Law, Legalisasi Kepentingan Kapitalisme di Indonesia?", Ahad (25/10/20)


Acara yang digagas Lembaga Study Islam Multidimensi (elSIM) itu menampilkan sejumlah pembicara. Antara lain,  Ketus KAHMI Medan, Prof. Hasyim Purba, SH. MHum dan Pimpinan Pondok Pesantren Ats-tsaqofy, Ustadz Fatih Al Malawy.


Dia mengatakan, dugaan adanya konspirasi itu muncul karena adanya ketidakterbukaan pembahasannya.


" Mestinya melibatkan sejumlah perwakilan masyarakat, diantaranya NGO yang fokus dalam bidang tertentu," katanya.


Ia menduga lembaga swadaya masyarakat (LSM) tidak dilibatkan dalam pembahasan, buktinya unsur yang mewakili masyarakat itu juga ikut menolak UU Omnibus Law tersebut.


Ia menyindir tentang ketidakjelasan draft rancangan UU itu hingga kini. Ada yang menyebutkan setebal 812 halaman ada lebih seribu halaman dan ada versi lain.


Padahal DPR RI dalam persidangan yang berlangsung malam hari itu telah mensahkan.


Secara khusus, Chandra  mengkritisi bab tertentu dalam UU Omnibus Law yang dianggapnya mengancam kerugian negara.


Pembentukan Lembaga Penanaman Investasi (LPI) yang menggunakan aset atau kekayaan negara berpotensi membuat hilangnya aset'negara.


"Karena jika LPI itu rugi, maka itu tidak dianggap kerugian negara tetapi kerugian LPI," ucapnya.


Kobsekwens bukan kerugian negara, maka yang mengaudit mengapa terjadi kerugian itu bukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tetapi hanya akuntan publik biasa.


Artinya, ketika aset atau kekayaan negara itu hilang, hanya dianggap sebuah kerugian usaha biasa bukan kerugian negara. ()rin