Penghinaan terhadap 'Cadar' Bukti Cacat Sekulerisme

 


Oleh : Ria Nurvika Ginting, MH (Tokoh Intelektual Sumut)


Penceramah asal Sumatera Utara Miftahul Chair dilaporkan atas dugaan penistaan agama dengan mengunggah kalimat Cadar Bau Jigong. Laporan dilayangkan oleh sejumlah Ormas Islam ke Polrestabes Medan, Jumat 17 Juli 2020 (sumut.idntimes.com). Kasus penistaan agama ini bukanlah yang pertama sekali namun sudah berulang kali terjadi. Anehnya kali ini yang melakukan tindakan penistaan agama menyematkan dirinya sebagai penceramah agama Islam tapi menghujat ajaran Islam. 

Sanksi terhadap penista agama di Negeri ini sudah ada yang diatur dalam KUHP Pasal 156 (a) yang isinya menyasar setiap orang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia atau dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apa pun. Pelanggaran Pasal 156 (a) dipidana penjara selama-lamanya lima tahun. Apakah dengan sanksi penjara lima tahun ini cukup? Bisakah sanksi ini menjamin tidak akan melahirkan para penista lagi? Nyatanya UU yang dibuat seolah tebang pillih dan tidak mampu melindungi agama.

Hal ini terjadi karena UU yang lahir berasal dari aqidah sekularisme yang memisahkan agama dengan kehidupan. Aqidah ini dasar berdirinya kapitalisme yang diterapkan ditengah-tengah kita saat ini sehingga Negara tidak menempatkan agama pada posisi yang mulia. Hingga wajar agama dapat dinistakan. Cukup dengan meminta maaf maka penista agama bebas. Akhirnya berulang kembali dikarenakan sanksi yang tidak tegas. Benar-benar sebuah kecacatan.

Berbeda di dalam Khilafah yang merupakan sistem pemerintahan dalam Islam yang menerapkan Islam secara kaffah. Khilafah yang dipimpin seorang Khalifah tidak akan memberikan kesempatan/peluang munculnya orang-orang yang berani menista agama karena khilafah akan menjalankan fungsi dakwah, menutup semua jalan pemikiran yang berlawanan dengan Islam dan akan menerapkan sanksi tegas. Tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama bahwa hukuman bagi penghina Islam, Allah Swt. dan Rasul-Nya adalah hukuman mati jika tidak mau bertobat. Jika pelakunya negara, jelas Khilafah tidak tinggal diam terhadap penghinaan ke atas Nabi saw.

 mencatat bagaimana Khilafah Utsmaniyyah di bawah kepemimpinan Sultan Abdul Hamid II telah mengancam akan melancarkan jihad ke Perancis dan Inggris karana ingin menggelar pementasan yang menghina Rasulullah saw. Pementasan pun dibatalkan. Hanya dengan menerapkan Islam secara kaffah dalam institusi Khilafah Islamiyah yang akan membuat para penista agama jera dan tak akan berulang kembali. Saatnya kita ganti Sistem Kapitalis-sekuler-demokrasi yang diterapkan ditengah-tengah kita saat ini dengan sistem Islam dalam sistem pemerintahan Khilafah yang akan dipimpin seorang Khalifah yang menjadi pelindung dan perisai umat Islam. Wallahu'alam.