Generasi Takwa Penerus Peradaban Emas


Oleh: Putri Sarlina (Aktivis Muslimah Dakwah Community UINSU)

Baru baru ini kita dikabarkan dengan pemberitaan yang membuat siapapun  yang membacanya miris, seperti dilansir dari kompas.com Tim gabungan TNI/Polri bersama Pemerintah Kecamatan Pasar Kota Jambi mengelar razia penyakit masyarakat (pekat), Rabu (8/7/2020) malam. Hasilnya, dalam razia itu didapati sedikitnya 37 pasangan remaja di bawah umur yang diduga hendak melakukan pesta seks di hotel. Puluhan remaja itu terjaring petugas gabungan di sejumlah hotel yang ada di Jambi.
Sebenarnya kalau kita lihat hal seperti ini sudah menjadi hal yang sering terjadi, bahkan dalam hal yang mendasar sekalipun seperti tidak hormatnya terhadap guru, memperlakukan orangtua dengan tidak semestinya, maka yang menjadi pertanyaan dimana letak kesalahannya sehingga generasi milenial sekarang semakin jauh dari Agamanya, berbuat sesuka hati dan banyak melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat?
Padahal Remaja merupakan generasi penerus bagi generasi sebelumnya. Karena itu, ada ungkapan dalam bahasa Arab, “Syubanu al-yaum rijalu al-ghaddi” (pemuda hari ini adalah tokoh pada masa yang akan datang). 
Karena itu, Islam memberikan perhatian besar kepada mereka, bahkan sejak dini. Di masa lalu, banyak pemuda hebat, karena generasi sebelumnya adalah orang-orang hebat. Karena itu, khilafah memberikan perhatian besar pada generasi muda ini.
Nabi SAW mengajarkan, “Muru auladakum bi as-shalati wa hum abna’ sab’in.” (Ajarkanlah kepada anak-anakmu shalat, ketika mereka berusia tujuh tahun). Hadits ini sebenarnya tidak hanya menitahkan shalat, tetapi juga hukum syara’ yang lain. Karena shalat merupakan hukum yang paling menonjol, sehingga hukum inilah yang disebutkan. Selain itu, titah ini tidak berarti anak-anak kaum Muslim baru diajarkan shalat dan hukum syara’ yang lain ketika berusia tujuh tahun.
Di masa lalu, keluarga kaum Muslim menjadi madrasah pertama bagi putra-putrinya. Sejak sebelum lahir dan saat balita, orang tuanya telah membiasakan putra-putrinya yang masih kecil untuk menghafal Alquran dengan cara memperdengarkan bacaannya. Rutinitas itu membuat mereka bisa hafal Alquran sebelum usia enam atau tujuh tahun. Di usia emas [golden age] seperti ini, anak-anak bisa dibentuk menjadi apapun, tergantung orang tuanya.
Setelah mereka bisa menghafal Alquran di usia enam atau tujuh tahun, mereka pun mulai menghafal kitab-kitab hadits. Saat usia sepuluh tahun, mereka pun bisa menguasai Alquran, hadits, juga kitab-kitab bahasa Arab yang berat, sekelas Alfiyah Ibn Malik. 
Selain penguasaan ilmu pengetahuan yang begitu luar biasa, mereka juga dibiasakan oleh orang tua-orang tua mereka untuk mengerjakan shalat, berpuasa, berzakat, infaq hingga berjihad. Sosok Abdullah bin Zubair, misalnya, yang dikenal sebagai ksatria pemberani tidak lepas dari didikan orang tuanya, Zubair bin al-Awwam dan Asma’ binti Abu Bakar. Abdullah bin Zubair sudah diajak berperang oleh ayahnya saat usianya masih 8 tahun. Dia dibonceng di belakang ayahnya di atas kuda yang sama.
Maka untuk membentuk generasi yang bertakwa diperlukan pendidikan yang berkualitas sedini mungkin agar generasi yang akan datang sudah terbentuk Aqidah yang benar dan pemahaman Agamanya serta ilmu pengetahuan pun dikuasai dengan baik, bisa kita lihat generasi yang bertakwa akan membentuk sebuah peradaban yang gemilang. Peran Negara sangat diperlukan untuk membentuk karakter pemudanya selain dengan didikan yang diberikan orang tua terutama Ibu juga sangat penting dalam membentuk pola sikap dan pola pikir anak dirumah.
Islam menghasilkan generasi yang berguna bagi agamanya, memberikan kebermanfaatan bagi kemajuan kaum Muslim, tidak ada solusi lain untuk menyelesaikan permasalahan kenakalan remaja saat ini kecuali hanya dengan ditanamkannya pemahaman Islam sejak diri dan berada dalam lingkungan yang baik dan didukung dengan sistem kehidupan yang bersumber dari Allah swt. Sang Khalik dan Mudabbir. Wallahu'alam.