Peran Perempuan Dalam Membangun Peradaban


Oleh: Putri Sarlina (Aktivis Muslimah Dakwah Community UINSU) 

Perempuan dalam pandangan Islam memiliki peranan aktif dalam kehidupan, dan memiliki potensi yang sama dengan laki-laki, tidak ada yg berbeda kecuali dalam beberapa hal yang sudah ditetapkan oleh Allah seperti batasan dalam menutup aurat.
Dalam kondisi sekarang, generasi era 4.0 sangat mudah untuk mengakses banyak hal, bahkan cenderung mengikuti kemajuan zaman. Namun jika dilihat perkembangan yang ada justru membuat generasi ini kehilangan jati diri nya sebagai manusia, terkhusus bagi perempuan yang tanggung jawab nya begitu besar bagi pembentukan karakter diri anak-anak nya.
Bagaimana tidak kehilangan jati diri? Seperti lathi challenge yang baru-baru ini viral di dunia maya, banyak yang mengikuti challenge tersebut bahkan yang paling dominan adalah perempuan. Lain lagi penggunaan tiktok di dunia maya, yang tidak sedikit penggunanya. 
Media sosial jika digunakan dengan baik, maka akan menghasilkan manfaat bagi kita dan orang lain yang melihat atau membacanya. Namun jika media sosial diisi dengan hal yang tidak mendatangkan manfaat, maka perbuatan tersebut  hanya sia-sia .
Tonggak peradaban adalah perempuan, karena orang-orang yang hebat lahir dari seorang Ibu yang hebat pula dan pastinya luar biasa dalam mengajar dan mendidik anak-anaknya sehingga berpengaruh bagi peradaban. Seperti Ibu dari Imam Asy-syafi'i yang membesarkan, mendidik, dan memperhatikannya hingga kemudian Muhammad bin Idris asy-Syafi’i menjadi seorang imam besar. Hal itu tentu tidak terlepas dari peranan ibunya yang merupakan seorang muslimah yang cerdas dan pelajar ilmu agama. 
Contoh lain seperti Ibunda dari Muhammad Al-Fatih, Sang panglima yang mampu menghancurkan tembok konstantinopel, Ibu Sultan Muhammad al-Fatih mengajarkan beliau tentang geografi, garis batas wilayah Konstantinopel. Ia berkata, “Engkau wahai Muhammad akan membebaskan wilayah ini. Namamu adalah Muhammad sebagaimana sabda Rasulullah. Muhammad kecil pun bertanya, “Bagaimana aku bisa membebaskan wilayah sebesar itu wahai ibu?”, “Dengan Alquran, kekuatan, persenjataan, dan mencintai manusia”, jawab sang Ibu penuh hikmat.
Itulah Ibu Muhammad Al-Fatih, Ia lakukan sesuatu yang menarik perhatian sang anak. Memotivasinya dengan sesuatu yang besar dengan dasar agama dan kasih sayang, bukan spirit penjajahan. Masih banyak lagi Ibu yang sukses membesarkan anak-anaknya bukan hanya dengan perkara dunia tapi juga pemahaman agama. 
Maka seharusnya sejarah seperti ibu imam asy-syafi'i dan ibu muhammad al-fatih dapat menjadi contoh bagi perempuan muslimah yang mampu menjaga kemurnian akidah, kesucian jiwa dan memiliki pemahaman agama yang luas agar mampu mencetak generasi emas yang nantinya menjadi penakluk kota Roma. 
Maka, jika perkembangan zaman membuat kita semakin lalai, lupa akan tugas sebagai seorang muslimah, apakah kita bisa mencetak generasi emas? Tentu tidak, karena kita lah yang nantinya membentuk karakter anak.
Hanya dengan pemahaman Islam kaffah, perempuan cerdas akan mampu mencetak generasi emas dan itu hanya bisa terwujud jika sistem Islam diterapkan, karena negara juga harus menjamin akidah umatnya murni berdasarkan Islam. 
Allahu'alam bishowab.