AKAR TUMBUHNYA PARA PENISTA AGAMA



Oleh: Wahyudi al Maroky  
(Dir. Pamong Institute)

Banyaknya para penista agama tidak membuat suatu bangsa jadi mulia. Sebaliknya sebuah bangsa yg beradab menjadi hina karena banyaknya para penista agama.

Tingkah polah para penista agama, akhir-akhir ini justru makin berani. Mereka seolah bebas teriak apa saja tanpa rasa malu apalagi merasa berdosa dan bersalah. Mereka menodai kesucian ajaran agama seperti ajaran tentang jilbab, jihad, khilafah, adzan, dll.

Muncullah narasi miring yang mengusik kesucian ajaran agama. Ada yang bilang adzan tak semerdu lagu kidung. Ada yang mencoba membandingkan keindahan jilbab dengan tusuk konde. Ada yang menuding bendera Tauhid sebagai radikal. Ada yang senang tak ada lagi suara takbir, dll.

Tak cukup menghujat dan menghina ajaran dan simbol agama, mereka juga menghina Nabi Muhammad SAW. Bahkan yang paling mutakhir, mereka makin berani menghina Allah. Mengatakan Allah lemah….  Seolah penistaan terhadap ajaran agama dan simbol-simbolnya di Negeri ini tiada hentinya. Lalu kenapa hal itu bisa terjadi? Padahal banyak pejabat yang teriak, kita ini hidup di negara yang berpancasila dan menjadikan hukum sebagai panglima. Tapi kenapa para penista itu terus lahir, tumbuh, berkembang dan makin berani?

Pada kesempatan ini penulis memberikan 3 catatan penting terkait penyebab makin banyaknya para penista yang muncul akhir-akhir ini.

PERTAMA, makin kuatnya sistem Sekuler. Ya, cara pandang yang makin sekuler, makin berupaya meminggirkan peran agama dalam kehidupan. Suka atau tidak, kita kini hidup dalam sistem sekuler yang berupaya meminggirkan peran agama dari sistem kehidupan sosial, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Agama hanya diposisikan untuk mengatur urusan pribadi, seputar urusan berpakaian, ibadah ritual dan sebagian pernikahan. Itu pun masih dikomentari agar tak terlalu fanatik alias jangan terlalu taat pada aturan agama. Kalau berpakaian jangan terlalu taqwa, apalagi terkesan bawa-bawa simbol agama.

Sistem kehidupan sekuler ini sebenarnya sudah dilakukan di era penjajahan Belanda dengan memisahkan hukum agama dan hukum Publik. Hingga kini kita kenal dengan istilah peradilan agama dan peradilan umum. Untuk urusan privat (Nikah, cerai, waris) boleh menggunakan hukum agama dan tunduk pada peradilan agama. Sedangkan dalam urusan bermasyarakat dan bernegara harus menggunakan hukum kolonial dan tunduk pada peradilan umum.
Pola kehidupan sekuler inilah yang membuat respek dan penghormatan  terhadap ajaran agama menjadi rendah. Selanjutnya akan dengan mudah mengeluarkan narasi penistaan dan penghinaan terhadap agama. Disinilah benih-benih para penista itu mulai tumbuh, hidup dan berkembang.

KEDUA, Lemahnya penegakan hukum. kebanyakan para penista agama dihukum ringan. Hanya sekitar 1-2 tahun saja. Sebagaimana kasus Ahok yang menistas Ayat suci al Quran (al maidah ayat 51), ia divonis 2 tahun penjara. Itu pun melalui proses hukum yang panjang dan penuh liku. Harus didorong dengan aksi umat islam berjilid-jilid hingga kini populer dengan istilah aksi 212. Bagi para terduga penista yang lain, semisal Paul zhang, Ade Armando, Deni Siregar Sukmawati, abu Janda, dll. nampaknya proses hukum belum mencerminkan wajah keadilannya.

Hal ini tentu berbeda jauh dengan penegakan hukum dalam sejarah islam. Para penista agama akan dihukum berat bahkan sampai dihukum mati. Sehingga jika dihukum mati maka peluang untuk mengulangi perbuatannya jadi tertutup, karena sudah mati. Orang yang sudah mati tak mungkin mengulangi perbuatan lagi. Bagi yang masih hidup tentu akan menjadi pelajaran penting agar tak menjadi penista agama karena bisa dihukum mati.

KETIGA, Lemahnya para pemimpin. Ketika para penista menghina agama, banyak para pemimpin yang justeru diam seribu basa. Padahal rakyat merindukan pemimpin yang tampil gagah perkasa dan menyatakan perang terhadap para penista agama. Jika ada pemimpin yang darahnya mendidih ketika melihat baliho atau marah besar jika atasannya dihujat, semestinya ia lebih marah jika ada yang menista agamanya.

Di tengah makin kuatnya akar tunggang kehidupan sekuler dan lemahnya penegakan hukum atas para penista agama, nampaknya cukup sulit membersihkan negeri ini dari para penista agama. Apalagi para pemimpin malah diam dan tak tampil menyatakan perang kepada para penista agama.

Tentu kita berharap rakyat negeri ini tidak tinggal diam. Rakyat harus terus bersuara dan bahu membahu untuk menasihati para penguasa agar peduli dan membersihkan negeri ini dari para penista agama.

Semoga negeri ini dijauhkan dari berbagai musibah dan segera dibersihkan dari para penista agama. Karena sejatinya, para penista agama adalah musuh peradaban kita bersama....

NB: Penulis pernah Belajar Pemerintahan pada STPDN 1992 angkatan ke-04, IIP Jakarta angkatan ke-29 dan MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.