Akhlak Mulia Lebih Berharga Daripada Lembar Ijazah

 


Oleh: Prayana (Aktivis Muslimah)


Anggota DPRD Kota Medan, Hendra DS, sesalkan Wali Kota Medan yang terkesan mengabaikan Peraturan Daerah (perda) 5/2014 tentang Wajib Belajar Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) yang sudah lama diterbitkan. Sudah 6 tahun Perda disahkan namun belum diterapkan dengan baik dikarenakan belum menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwal) sebagai petunjuk teknis pelaksanaannya. (geosiar.com, 29/10/2020).


"Kita sangat menyesalkan Wali Kota mengabaikan Perda MDTA. Padahal Perda sangat bagus membangun akhlak anak-anak kita,  khususnya yang beragama islam," ujar Hendra. "Harapan kita sangat besar agar wali kota Medan berikutnya yang akan membawa perubahan kota Medan, lebih baik dapat mengeluarkan Perwal terkait Perda MDTA  ini. Jika MDTA ini ada anak anak sudah melek Alquran, dengan demikian tingkat religius anak-anak Medan juga semakin tinggi. Selamatkan generasi muda islam dari narkoba lewat penerapan Perda MDTA,” sambungnya. 


Perwal tersebut diharapkan nantinya dapat membentuk akhlak para pelajar. Perwal tersebut akan mewajibkan para pelajar yang sudah lulus SD untuk mendapat pendidikan agama selama 2 tahun agar mendapat ijazah, sebagai persyaratan masuk sekolah lanjutan. Ada pun usaha yang direncanakan pemerintah tersebut bisa dilihat sebagai bentuk kepedulian mereka atas akhlak generasi. 


Namun sebenarnya pembentukan akhlak yang linear dengan kepribadian islam sangat sulit dicapai dengan sistem pendidikan sekuler hari ini.  Ijazah lulusan MDTA bukanlah ukuran paham tidaknya peserta didik akan agamanya. Sebab kepribadian islam bisa terbentuk jika dilalui dengan pembinaan intensif sebagaimana Rasulullah SAW membina para sahabat di fase Mekkah.


Selama negara masih memakai sistem sekuler, yaitu sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, maka mustahil dapat mencetak generasi muda yang berakhlak mulia. Sistem sekuler yang hari ini diterapkan oleh negara tidak akan mampu melahirkan generasi terbaik.  Dapat dilihat dari realita-realita yang terjadi pada generasi muda saat ini, banyak terjadi penyimpangan, seperti: terjerat narkoba, tidak menghormati orang yang lebih tua, perkelahian, tawuran, pencurian, tindak asusila, pembunuhan, dan masih banyak penyimpangan lainnya.


Dua minggu yang lalu tersiar kabar mencengangkan. Seorang remaja yang masih berusia 20 tahun di Tebing Tinggi, Sumut, digelandang ke polres setempat karena telah melakukan pelecehan seksual terhadap asisten rumah tangga.  Pada Oktober lalu juga telah beredar video viral yang diunggah oleh akun Instagram @makassar_iinfo. Terlihat sekelompok remaja yang sedang tawuran. Mirisnya, tawuran itu dilakukan di dalam masjid. Padahal tawuran terjadi saat masjid tengah melantunkan alunan ayat suci di sore hari. Lantunan ayat suci dari mikrofon masjid terdengar jelas di video itu. Lagi, tersebarnya video penganiayaan yang dilakukan seorang remaja perempuan terhadap remaja perempuan lainnya lantaran berebut pacar. Dan masih banyak lagi kasus-kasus yang memperlihatkan bagaimana memprihatinkannya generasi hari ini. (Berita-berila dilansir dari merdeka.com dalam tag “kenakalan remaja”).


“Sungguh miris bobroknya akhlak generasi muda". Inilah kalimat yang tepat untuk menggambarkan kondisi akhlak generasi sekarang. Ha ini terjadi karena sistem pendidikan yang diterapkan adalah sistem sekuler. Pendidikan hanya sekadar dijadikan formalitas untuk mendapatkan ijazah. Sedangkan akhlak yang seharusnya ditanamkan pada pelajar dikesampingkan, sehingga akhlak generasi saat ini sungguh sangat memprihatinkan.


Apa yang terjadi pada negara ini jika penerus bangsa memiliki akhlak yang rusak?  Sudah pasti yang terjadi adalah lahirnya pemimpin yang mempunyai akhlak yang rusak juga. Jika pemimpinnya saja rusak, maka negara pun akan di bawa kepada kerusakan dan kedzaliman. 


Untuk menghindari kerusakan dan kedzaliman, maka perlu penanaman akhlak pada pelajar dari usia dini. Diperlukannya peran penting orang tua, sekolah dan negara yang saling bekerjasama dalam membina akhlak pelajar. Karena sesungguhnya akhlak mulia lebih berharga dari lembar ijazah.


Akhlak mulia sesungguhnya dapat dengan mudah dibentuk dengan sistem syariah. Karena pendidikan dalam sistem islam akan fokus pada dua hal; membentuk generasi dengan akidah islam yang kuat dan mencetak generasi yang memiliki keterampilan berkarya. Tentu hal ini hanya akan tercipta dengan tegaknya negara yang menerapkan sistem islam, yaitu khilafah.


Siapa yang tidak mengenal Muhammad  Al-Fatih? Ketika berusia 21 tahun telah dipercaya menjadi gubernur ibukota. Sejak kecil Muhammad Al-Fatih sudah menghafal alquran 30 juz, menguasai 9 bahasa, ahli sirah. Ia juga mempelajari hadist, ilmu fiqih, matematika, ilmu falaq, dan strategi perang yang diajarkan padanya untuk menjadi pemimpin di masa mendatang. Tak hanya itu, Muhammad Al-Fatih bahkan mampu mengukir prestasi besar, yaitu menaklukkan konstantinopel saat masih berusia 23 tahun. Sejarah islam telah mencatat kehebatan generasi muda islam tangguh yang dididik dari sistem islam. Sebuah sistem yang telah melahirkan generasi yang terbaik. 


Fokus pendidikan islam pada dua hal yang telah disebutkan sebelumnya—membentuk generasi dengan akidah islam yang kuat dan mencetak generasi yang memiliki keterampilan berkarya—dapat dilakukan dengan tuntunan syariah, yaitu berlandaskan Alquran dan Hadist.


Pertama,  pembinaan keimanan. Mengajarkan keyakinan bahwa Allah senantiasa melihat dan menyertai manusia dimana  pun berada,  tanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasulullah. "Katakanlah,  jika kamu (benar-benar)  mencintai Allah, ikutilah Aku niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kamu,  Allah maha pengampun lagi maha penyayang."  (QS. Ali imran ayat 31).


Kedua, pembinaan ibadah. Pembinaan ibadah merupakan penyempurnaan dari pembinaan keimanan. Pembinaan ibadah ini dapat dilakukan dengan sholat dan zakat. "Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat  dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk." ( QS. Al Baqarah  ayat 43).


Ketiga, pendidikan akhlak. Akhlak adalah perangai yang dibentuk,  karena itu anak memerlukan pendidikan akhlak agar aktivitas sosialnya terhindar dari penyimpangan. "Bertakwa lah kepada Allah dan berakhlak dengan akhlak yang baik." (HR.  Ahmad Tirmidzi,  Ibnu Majah).


Keempat, pembentukan jiwa. Pembentukan jiwa dilakukan dengan cara memberikan perhatian dan kasih sayang dalam bentuk langsung—yang terasa secara fisik seperti ciuman, belaian,  bermain, bercanda—dan menyatakan secara lisan. "Rasulullah   memegang dengan kedua tangannya kedua telapak cucunya, Hassan dan Husain.  Kedua telapak kaki mereka di atas telapak kaki  Rasulullah. Kemudian beliau berkata "naiklah"  lalu keduanya naik hingga kedua kaki mereka berada diatas dada Rasulullah. Kemudian beliau menciumnya dan berkata ya Allah saya mencintainya dan sungguh saya mencontainya." (HR.  Imam Bukhari).


Kelima, pembentukan intelektual. Memotivasi agar anak semangat mencari ilmu,  menuntut ilmu adalah ibadah utama yang mendekatkan hamba kepada Rabb nya. "Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu,  maka ia berada di jalan Allah hingga ia pulang." (HR.  Tirmidzi).


Keenam, pembinaan kemasyarakatan. Membina anak untuk melakukan interaksi sosial bersama masyarakat, menumbuhkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap persoalan umat. "Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung." (QS.  Ali imran ayat 104).


Begitulah arah pendidikan dalam sistem islam yang akan diterapkan oleh sekolah-sekolah untuk membentuk kepribadian siswanya. Karena dalam islam, lembar ijazah bukanlah menjadi fokus utama.


Islam adalah ideologi sempurna pembentuk kepribadian islam pada generasi muda. Dan untuk menerapkan ideologi islam dengan sempurna maka diperlukan negara. Mari sama-sama kita memperjuangkan ideologi islam dibawah naungan khilafah. 


Walahu alam bis-shawab.