Perempuan Berdaya di Era Kapitalis, Benarkah?


Oleh : Rauza Husna, S.Pd (Pendidik & Aktivis Muslimah)

Kita tentu masih ingat bagaimana program unggulan tahun 2016 ‘three end‘, yakni akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, akhiri perdagangan manusia, akhiri kesenjangan ekonomi, yang didengungkan oleh KPPA sebagaimana hal ini juga menjadi visi unggulan trisakti dan nawacita presiden yakni ‘terwujudnya perempuan dan anak yang berkualitas, mandiri, dan berkepribadian’.

Untuk menindaklanjuti visi tersebut maka Gubernur Sumut juga menyuarakan ‘Sumut akan maju jika kaum perempuan dan anak maju’ tapi disayangkan untuk memajukan kaum perempuan dengan pemberdayaan ala sistem kapitalis. Pastilah yang dirugikan kaum perempuan itu sendiri, mengapa demikian? karena perempuan sebagai objek komoditas yang layak dieksploitasi demi mendatangkan materi. Standar kualitas hidup yang dipakai adalah standar kapitalis yang lebih menyasar eksploitasi finansial, sehingga perempuan menjadi objek kapitalisasi melalui hidup konsumtif. Perhatian terhadap perempuan hanyalah kamuflase untuk mengamankan tujuan keberlangsungan eksploitasi ekonomi. Hakikatnya akan menjadikan perempuan semakin menderita. Dan berduka melihat keadaan anak-anaknya yang tidak kuat dalam menghadapi tantangan zaman dan terjebak dengan pergaulan bebas dan narkoba.

Realita yang terjadi ketika perempuan diberdayakan dalam sistem kapitalis adalah mereka ‘mengenyampingkan’ sektor domestiknya dan menomorsatukan sektor publiknya, ‘kerja’. Terjadilah pelalaian terhadap kewajibannya di rumah tangga, sehingga dapat memicu kekerasan rumah tangga, ketidakharmonisan keluarga bahkan sampai terjadi keretakan keluarga yakni perceraian. Bahkan para TKI sering mendapatkan kekerasan sampai pada pembunuhan oleh para majikan.
Sebenarnya sistem kapitalis tidak memahami secara jelas fitrah perempuan, seharusnya perempuan fokus pada peran ibu yang mendidik generasi bangsa bukan sebagai kepala keluarga menggantikan peran suami sehingga beban mencari nafkah ada di pundak perempuan bahkan sampai kepada beban kewajiban ekonomi negara.
Peran perempuan dalam Islam

Pemberdayaan perempuan dalam Islam adalah upaya pencerdasan muslimah hingga mampu berperan menyempurnakan seluruh kewajiban dari Allah SWT, baik diranah domestik maupun publik yakni ditandai dengan mampunya ia berperan menjadi bagian dari masyarakat yang berkontribusi besar bagi kemajuan masyarakat. Pemberdayaan perempuan bertujuan untuk menjadikan perempuan unggul sebagai ummun wa robbatul bait yakni ibu dan pengatur rumah tangga, sebagai mitra laki-laki dalam mencetak generasi unggul, cerdas, bertaqwa. Disektor publik yakni ditandai dengan mampunya ia berperan menjadi bagian dari masyarakat yang berkontribusi besar bagi kemajuan masyarakat.


Ketika perempuan berperan sebagai pengatur rumah tangga, dialah penanggung jawab penuh terhadap peran tersebut demi keberlangsungan rumah tangganya. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda ‘ wanita adalah penghulu dirumahnya, wanita adalah pengembala dirumah suaminya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang pengembalaannya ‘, maksud dari hadist tersebut baik buruknya keadaan rumah tangga tergantung pada baik tidaknya perempuan menyelesaikan tugas tersebut. Yang harus diperhatikan, bahwa perempuan sebagai pegatur rumah tangga bukan berarti sebagai pembantu rumah tangga. Yang dituntut dari seorang pengatur rumah tangga adalah tanggung jawab terhadap pengelolaan rumah tangga sebatas kemampuannya. Jika ia tidak mampu maka suaminya dapat meringankannya dengan cara membantunya, atau menyediakan tenaga pembantu, tapi jika tidak maka Rasulullah SAW, sudah mengajarkan kita agar tetap bersabar menerimanya. Inilah keadilan dalam Islam dan kesesuaiannya dalam fitrah manusia.
Sementara itu kesuksesan perempuan di sektor publik, menjadi bagian dari masyarakat yang berkontribusi besar untuk kemajuan masyarakat, bekerjasama dengan laki-laki untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera berdasarkan tatanan Islam. Sebagaimana firman Allah SWT : "Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan sebagaimana mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang ma’ruf, mencegah yang munkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan taat kepda Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (TQS At-Taubah : 71)

Akan tetapi, dalam saat Islam membolehkan perempuan bekerja diluar rumah dengan syarat tidak mengabaikan aktivitasnya sebagai pengatur rumah tangga, dan mendapatkan izin dari suaminya dan terikat pada hukum syara’ pada saat keluar rumah misalnya interaksi tdk berkhalwat, dll. Ia boleh saja berkontribusi langsung dalam mendukung pembangunan masyarakat misalnya sebagai guru, dosen, manager, akuntan, dan sebagainya, karena hal ini akan dibutuhkan juga untuk kemajuan masyarakat.

Tak lupa pula Allah juga memberi kewajiban berdakwah tidak hanya kepada laki-laki saja tapi juga kepada perempuan. Dalam rangka menyeru ditengah-tengah masyarakat terkait dengan ideologi Islam, amar ma’ruf kepada penguasa. Sebagaimana firman Allah SWT: "Hendaklah diantara kalian ada segolongan ummat yang menyeru kepada islam, mengajak kepada kebenaran dan mencegah kemunkaran" (TQS Ali Imran : 104)

Perempuan juga diberikan hak pilih dalam memilih penguasa, sebagimana laki-laki. Inilah keseimbangan yang didapat jika sistem Islam yang diterapkan.
Untuk itu, kita harus mewaspadai arah pemberdayaan yang keliru, upaya yang ingin menyelesaikan persoalan kemajuan bangsa dengan pemberdayaan perempuan namun tidak sejalan dengan konsep pemberdayaan perempuan dalam Islam. Yang sangat jelas akan mengeksploitasi perempuan agar meninggalkan fitrahnya sebagi Ibu dan pengatur rumah tangga.

Saatnya tinggalkan sistem kapitalisme dan beralih kepada penerapan sistem Islam secara kaffah dibawah naungan Khilafah.
Wallahua'lambishawab.